Sabtu, 07 Juli 2012

KENDALA PENYELENGGARAAN PTK DITINJAU DARI ASPEK KUALITAS, KUANTITAS, RELEVANSI DAN DISTRIBUSI

Tugas Mata Kuliah : Filsafat Ilmu Pendidikan
Dosen Pembimbing : Prof.Dr.Sapto Haryoko,M.Pd
Nur Kamri / 11B08057/ PPS PTK UNM


A.   PENDAHULUAN

Sekolah  Menengah  Kejuruan  (SMK)  dalam  system pendidikan nasional merupakan salah satu bentuk pendidikan formal setingkat pendidikan menengah. Berdasarkan  Peraturan  Pemerintah  Nomor  19  Tahun  2005  Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat (3) Standar Kompetensi Lulusan pada satuan  pendidikan  menengah  kejuruan  bertujuan  meningkatkan  kecerdasan, pengetahuan,  kepribadian,  akhlak  mulia,  serta  keterampilan  untuk  hidup mandiri dan  mengikuti  pendidikan  lebih  lanjut  sesuai  dengan  kejuruannya,  dengan karakteristik pendidikan kejuruan sebagai berikut :
1.   Mempersiapkan  peserta  didik  terutama  untuk  bekerja  dalam  bidang tertentu;
2.   Didasarkan kebutuhan dunia kerja “Demand-Market-Driven”;
3.   Penguasaan kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja;
4.   Kesuksesan siswa pada “Hands-On” atau performa di dunia kerja; 
5.   Hubungan erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan; 
6.   Responsif dan antisipatif terhadap kemajuan Teknologi 
7.   Learning By Doing dan Hands On Experience;
8.   Membutuhkan fasilitas mutakhir untuk praktik; 
9.   Memerlukan  biaya  investasi  dan  operasional  yang  lebih  besar  dari
pendidikan umum.
Karakteristik tersebut diatas menjadi salah satu tujuan dalam rangka mencapai lulusan SMK yang “bisa…!” yang berkualitas dan mampu bersaing  kapan dan dimanapun berada. Usaha mengembangkan kualitas sumber daya manusia menjadi semakin penting bagi setiap bangsa dalam menghadapi era persaingan global. Salah satu lahan pengembangan SDM adalah melalui pembinaan siswa SMK yang berkwalitas sebab tanpa sumber daya manusia yang berkualitas, suatu bangsa pasti akan tertinggal dari bangsa lain dalam percaturan dan persaingan kehidupan dunia internasional yang semakin kompetitif.
Upaya pembaharuan pendidikan harus dilakukan secara terus menerus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan ekonomi, dan perubahan dalam masyarakat. Khususnya pada pendidikan kejuruan, telah banyak upaya pembaharuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang dilakukan selama ini.  Karena kemampuan kejuruan yang berkualifikasi tinggi adalah kebutuhan hakiki untuk kinerja pertumbuhan ekonomi moderen. Oleh karena itu diperlukan perubahan teknis dan ekonomis terhadap dunia pendidikan kejuruan. Secara teknis pendidikan kejuruan  harus  diarahkan kepada pembentukan calon-calon tenaga kerja yang kompeten sesuai dengan bidangnya sebagai upaya pemberdayaan SDM. Kualifikasi kunci pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM) adalah: 1).Kompetensi kejuruan, kemapuan sesuai bidang pekerjaannya, 2).Kompetensi sosial, kemampuan bertindak yang sesuai untuk suatu kejadian, 3).Kompetensi media, kemampuan memilih, merencanakan dan menerapkan strategi penyelesaian  yang bermakna/bermanfaat, 4). Kompetensi personal, kepribadian yang kuat khususnya yang berhubungan dengan sikap kerja.
Kebijakan khusus terkait pengembangan SMK sebagai suatu konsekuensi perubahan paradigma terhadap pendidikan menengah kejuruan mutlak diperlukan. Terdapat tiga pilar utama pendidikan, yaitu:
1.  Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2.  Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing; dan
3.  Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik.
Ketiga pilar ini merupakan hal yang harus memperoleh perhatian yang serius pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebab untuk pemerataan, peningkatan mutu pendidikan, relevansi, daya saing maupun tata kelola memerlukan action cerdas. Sedangkan dalam hal pencitraan public adalah kemampuan SMK dalam membangun kepercayaan masyarakat bahwa SMK benar-benar “bisa..!!” sesuai dengan bidang keahlian yang diampunya.

B.   KONDISI RIL PENYELENGGARAAN PTK
Charles Prosser dalam Vocation Education in Democracy (1949) yang dikutip oleh William G. Camp dan John H. Hillison (1984, 15-16) memberikan 16 butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan, yaitu :
1.    Pendidikan kejuruan akan efisien jika disediakan lingkungan belajar yang sesuai dengan (replika) lingkungan di tempat kelak mereka akan bekerja.
2.    Latihan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas-tugas yang diberikan di dalam latihan memiliki kesamaan operasional dengan peralatan yang sama dan mesin yang sama dengan yang akan dipergunakan di dalam kerjanya kelak.
3.    Pendidikan kejuruan akan efektif jika latihan diberikan secara langsung dan spesifik di dalam pemikiran, perhatian, minat, dan intelegensi intrinsik dengan kemungkinan pengembagan terbesar.

4.    Pendidikan kejuruan akan efektif jika sejak latihan sudah dibiasakan dengan perilaku yang akan ditunjukkan dalam pekerjaaannya kelak.
5.    Pemberian latihan kejuruan yang efektif untuk semua profesi, perdagangan, pekerjaan hanya dapat diberikan kepada kelompok terpilih yang memang memerlukan, menginginkan dan sanggup memanfaatkannya.
6.    Latihan Pendidikan Kejuruan akan efektif jika pemberian latihan yang berupa pengalaman khusus dapat diberikan terwujud dalam kebiasaan-kebiasaan yang benar dalam melakukan dan berpikir secara berulang-ulang hingga diperoleh penguasaan yang tepat guna dipekerjaannya.
7.    Pendidikan kejuruan akan efektif jika pelatihnya cukup berpengalaman dalam menerapkan kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar
8.    Untuk setiap pekerjaan terdapat kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh individu agar bisa menjabat pekerjaan itu. Jika pelatihan tidak diarahkan mencapai kompetensi minimal individu dan masyarakat akan rugi.
9.    Pendidikan Kejuruan harus mengenal kondisi kerja dan harapan pasar.
10.  Proses pemantapan yang efektif tentang kebiasaan bekerja bagi setiap pelajar akan sangat tergantung dari proporsi sebagaiman memberikan kesempatan latihan untuk mengenal pekerjaan yang sesungguhnya, dan bukan hanya tiruan.
11.  Sumber data yang paling tepat untuk meneta Pendidikan kejuruanan materi pelatihan pendidikan kejuruan tidak ada lain kecuali pengalaman yang erat kaitannya dengan pekerjaan.
12.  Untuk setiap jabatan terdapat bagian inti yang sangat penting dan ada bagian lain yang bisa cocok dengan pekerjaan lain atau jabatan lain.
13.  Pendidikan Kejuruan akan dirasakan efisien sebagai penyiapan pelayanan bagi masyarakat untuk kebutuhan tertentu pada waktu tertentu.
14.  Pendidikan Kejuruan akan bermanfaat secara sosial jika hubungan manusiawinya diperhatikan.
15.  Administrasi Pendidikan Kejuruan kejuruan akan efisien jika bersifat lentur dibandingkan yang kaku.
16.  Walaupun untuk sesuatu jenis Pendidikan Kejuruan telah diupayakan agar biaya per unit itu diperkecil, namun jika sudah sampai batas minimal tetapi ternyata hasilnya tidak efektif sebaiknya penyelenggaraan pendidikan kejuruan dibatalkan.

Ke-16 falsafah tersebut diatas bila terealisasi dngan baik, maka akan menciptakan suatu pendidikan kejuruan yang ideal. Tetapi untuk realisasi pelaksanaannya masih belum sempurna karena berbagai macam hal. Secara umum,  kondisi ril sekolah menengah kejuruan pada umumnya Adalah

·         Kurikulum yang pada umumnya sudah cukup bagus namun pelaksanaannya masih belum sesuai dengan isinya dan kandungannya
·         Kerjasama dengan DUDI masih sangat kurang
·         Sarana dan prasarana yang tersedia belum memadai untuk proses pembentukan kompetensi siswa sehingga system yang berjalan Masih berorientasi pada kuantitas siswa bukan berorientasi pada kwalitas lulusan
·         Sumber daya manusia penyelenggara pendidikan belum professional (mengajar tidak pas dengan bidang keahlian dan kompetensi yang seharusnya)
·         Pihak sekolah masih sering mengeluhkan kurangnya dana operasional pendidikan
·         Perhatian pemerintah daerah yang masih sangat kurang
·         Adapun factor penghambat pembelajaran yang bermutu adalah SDM, sarana dan prasarana serta system regulasi yang ada.

Sejalan dengan hal tersebut diatas, prof dr. yusuf hadi Miarso mengungkapkan kondisi ril PTK saat ini adalah  :

·         Kurikulum pada sebagian besar SMK yang diteliti pada umumnya kurang lengkap. Dengan tidak lengkapnya dokumen kurikulum tersebut diragukan apakah pengembangannya telah disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja yang menuntut tenaga kerja yang mampu mengikuti perkembangan yang dinamis dalam lingkungan kerja.
·         Tiap sekolah telah memperoleh anggaran yang cukup memadai untuk pengembangan kurikulum tetapi tidak terungkap seberapa jauh dilakukan kerjasama antar sekolah. Kurikulum pada beberapa sekolah menunjukkan kesamaan yang besar, padahal kondisi dan lingkungan sekolah berbeda. Dalam seminar yang diselenggarakan juga terungkap bahwa peran dan keterlibatan dunia usaha dan industri dalam pengembangan kurikulum juga belum diwujudkaan secara optimal.
·         Usaha sekolah untuk melengkapi sarana dan prasarana yang diperlukan ternyata tidak hanya melalui “satu pintu”, karena ada beberapa proyek yang memberikan kesempatan bagi sekolah-sekolah untuk mengajukan proposal. Pada beberapa sekolah yang dikunjungi ternyata ada duplikasi dalam pengadaaan sarana pembelajaran. Demikian pula ada satu sekolah yang mendapat alokasi sarana untuk suatu laboratorium produktif tertentu, tetapi belum dapat difungsikan karena tenaga gurunya masih belum siap.
·         Proses pembelajaran pada umumnya telah memenuhi persyaratan dengan memberikan porsi praktikum yang cukup. Namun praktikum tersebut hanya diberikan dalam mata pelajaran keterampilan produktif. Untuk pelajaran keterampilan intelektual seperti matematik dan sains, tidak terungkap adanya praktikum berupa belajar pemecahan masalah, belajar berbasis proyek dan sebagainya.
·         Metode penilaian yang otentik dengan menggunakan instrumen berupa rubrik dan portofolio belum terungkap bukti pelaksanaannya. Analisis dokumen SAP atau RPP belum menunjukkan adanya bentuk penilaian tersebut.
·         Kompetensi lulusan masih berorientasikan pada kebutuhan lapangan kerja masa sekarang atau bahkan masa lalu, dan belum membuka wawasan ke masa mendatang. Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi yang telah memicu globalisasi, baru sekedar diketahui dan dioperasikan, belum dimanfaatkan untuk keperluan belajar atau untuk mencari informasi yang berkaitan dengan perkembangan lingkungan kerja. Kemandirian sebagai salah satu kompetensi yang perlu dikuasai, belum tampak usaha pengem-bangannya. Kemampuan ini sangat diperlukan dalam menghadapi situasi yang senantiasa berubah.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam pengembangan SMK adalah

·         SMK perlu dikembangkan sebagai organisasi belajar, yaitu dengan mengembangkan diri secara terus menerus sesuai dengan perkem-bangan lingkungan (sosial, budaya dan teknologi), dan berpegangan pada azas organisasi belajar. Program sosialisasi Pendidikan Kejuruan perlu dilakukan lebih gencar dengan cara menampilkan profil lulusan pada berbagai program/jurusan.
·         Perlunya dibangun kerja sama yang harmonis dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta berbagai pihak swasta yang memerlukan tenaga kerja terampil. Kerjasama tersebut diharapkan dapat mengubah sistem pendidikan dari output oriented menjadi job oriented sehingga angkatan kerja yang baru sudah siap masuk ke pasar kerja.
·         Untuk menghasilkan lulusan yang siap pakai, mandiri atau mampu berwirausaha SMK perlu melakukan usaha-usaha baik dibidang pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, dengan menyertakan DUDI dalam kegiatan sekolah. Pihak DUDI menyarankan agar SMK menambah guru yang sesuai dengan bidangnya dan perlu meningkatkan kompetensi dan wawasan agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan bidang keahlian yang diampunya.
·         Penilaian para pakar dan mitra industri terhadap kompetensi lulusan pendidikan kejuruan belum sepenuhnya memenuhi standar industri. Esensi dari lulusan SMK adalah tenaga kerja siap pakai pada level menengah, namun lulusan SMK secara umum belum mampu untuk itu, karena Lulusan SMK yang bekerja di industri masih harus dididik dan dilatih kembali sehingga memerlukan biaya tambahan. Beberapa pengusaha yang merekrut lulusan SMK dan SMU, menyatakan bahwa lulusan SMU jika dilatih juga akan memiliki keterampilan yang tidak jauh berbeda dengan lulusan SMK.
·         Sarana dan prasarana perlu dilengkapi untuk semua jurusan, termasuk pengadaan wahana pelatihan berbasis produksi (teaching factory) juga sudah diterapkan dalam kegiatan di setiap unit produksi. Untuk itu perlu ditentukan kebijakan satu pintu, sehingga tidak terjadi duplikasi dan/atau perhatian yang terfokus pada jurusan tertentu saja
·         Program kejuruan harus dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan, karakteristik peserta didik, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar lulusan dapat menyesuaikan diri secara cepat dengan lingkungan kerja yang berkembang pesat, program pendidikan kejuruan perlu dikembangkan dengan basis pengetahuan dan teknologi yang luas. Program yang terlalu menjurus atau sempit, kurang sesuai lagi dengan tuntutan dunia kerja. Idealnya program dikembangkan tidak hanya berorientasi pada pengembangan keterampilan semata, tetapi juga berorientasi pada proses yang mengembangkan kemampuan berpikir logis, etis, dan estetis, serta kemampuan beradaptasi terhadap perkembangan lingkungan dan tuntutan dunia kerja.
·         Rencana penambahan jumlah SMK sehingga prosentasenya lebih banyal dari SMU perlu dipertimbankan kembali. Perlu ditingkatkan lebih dahulu mutu pendidikan kejuruan, sehingga memenuhi seluruh ketentuan standar nasional pendidikan. Peningkatan mutu tersebut diharapkan dapat meningkatkan dayatarik pendidikan kejuruan, dan meningkatnya daya tarik tersebut baru dilayani dengan pengembangan satuan pendidikan.



C.   KENDALA PENYELENGGARAAAN PTK DITINJAU DARI ASPEK KUALITAS, KUANTITAS, RELEVANSI DAN DISTRIBUSI

Pada awal orde baru hingga awal pelita keVI sector pendidikan mengalami perkembangan yang cukup baik secara kuantitatif strategi pendidikan nasional yang dicanagkan pada akhir pelita ke II terdiri dari 4 butir yaitu:1. Peningkatan kualitas pendidikan, 2. Pemerataan Kesempatan memperoleh Pendidiakan 3. Relevansi pendidikan dan 4. Efesiensi pendidikan (Ali. M, 2009). Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Adapun Permasalahan makro pendidikan di Indonesia meliputi kwalitas,  kuantitas, relevansi dan distribusi.

a.    Kwalitas

Memang suatu kenyataan bahwa sampai  hari ini kualitas pendidikan kita  masih sangat jauh tertinggal dibandingkan negara-negara yang sedang  berkembang, terutama di lingkup negara-negara ASEAN. Berdasarkan survey  Political and Economic Risk (PERC) kualitas pendidikan di Indonesia  berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Menyedihkan lagi  ternyata posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Memprihatinkan lagi,  hasil survey tahun 2007 World Competitiveness Year Book memaparkan daya  saing pendidikan kita dari 55 negara yang disurvey Indonesia berada pada  urutan 53.  Dampak rendahnya mutu pendidikan Indonesia itu secara  tidak langsung ternyata ikut mempengaruhi berbagai sisi kehidupan di  negeri ini. Misalnya terhadap sumber daya manusia Indonesia sangat jelas  jauh tertinggal.Hal ini dapat dilihat dari hasil reset Ciputra yang  menyatakan bahwa Indonesia hanya mempunyai 0,18 persen pengusaha dari  jumlah penduduk. Padahal sesuai syarat untuk menjadi negara maju minimal  2 persen dari jumlah penduduk harus ada pengusaha.

Sebagaimana  Singapura yang kini memiliki 7 persen dan AS 5 persen dari jumlah  penduduknya adalah pengusaha. Dampak lain akibat rendahnya kualitas  pendidikan Indonesia dapat dilihat dari Human Development Indeks (HDI)  Indonesia sebagaimana laporan UNDP, HDI pada 2007 dari 177 negara yang  dipublikasikan HDI, Indonesia berada pada urutan ke-107 dengan indeks  0,728, hingga menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN di bawah  Vietnam dan di atas Kamboja dan Myanmar.  Berdasarkan data yang ada  terbukti bahwa kualitas pendidikan Indonesia berada pada titik terendah.  Rendahnya kualitas pendidikan di tanah air antara lain tidak terlepas  dari rendahnya kualitas sarana fisik. Banyak gedung-gedung sekolah rusak, penggunaan media belajar yang rendah, buku perpustakaan tidak  lengkap, laboratorium tidak standar serta pemakaian teknologi informasi  yang tidak memadai. Demikian pula kualitas guru rendah yang ditandai  belum memiliki profesionalisme memadai. Rendahnya kesejahteraan guru  juga ikut memacu rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Idealnya  seorang guru sebagaimana hasil penelitian federasi guru independen  bergaji tiap bulan Rp3 juta, tapi nyatanya rata-rata bergaji Rp1,5 juta,  guru bantu Rp460 ribu dan honorer Rp10 ribu per jam. Akibatnya dengan  gaji yang rendah banyak guru bekerja sampingan.  Selain itu biaya  pendidikan yang mahal juga ikut menurunkan kualitas pendidikan.

Padahal  di negara-negara maju banyak sekolah-sekolah bermutu namun biaya pendidikan rendah. Bahkan di beberapa negara pendidikan digratiskan,  karena menjadi tanggungjawab negara. Di Indonesia, pemerintah berkilah akibat keterbatasan dana. Padahal Malaysia tak gentar menganggarkan 35  persen dari APBNnya untuk biaya pendidikan diluar gaji guru .
Tidak ada salahnya bercermin dari Negara tetangga yaitu Malaysia yang begitu  memperhatikan pembangunan kualitas SDMnya. Di Indonesia sendiri, anggaran pendidikan menempati posisi teratas tapi masih belum cukup. Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN masih jauh dari cukup karena sebagian besar tersedot untuk membayar gaji guru.
Rincian Anggaran pendidikan*
  • Tahun 2010 Rp225 triliun
  • Tahun 2011 Rp249 triliun
  • 80% dari total anggaran untuk gaji guru
  • Anggaran seharusnya tidak termasuk gaji
*http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2011/01/110127_pendidikananggaran.shtml

Berdasarkan gambaran anggaran pendidikan tersebut, 20% APBN untuk anggaran pendidikan hanya tersisa sedikit saja untuk pembangunan pendidikan. jadi  mungkin tidak mengherankan jika permintaan kebutuhan sekolah dijawab dengan singkat yaitu keterbatasan dana. Padahal pendidikan terutama pendidikan kejuruan memerlukan bantuan dan dana yang besar untuk tetap eksis dalam mencetak lulusan yang berkualitas dan “bisa..!!”.

Joni dalam Abdul Hadis (2010:70) mengatakan bahwa “pendidikan yang bermutu /berkwalitas dapat dilihat dalam hubungannya dengan dunia kerja, yaitu bagaimana kesesuaian antara kecakapan dan keterampilan dengan tuntutan dunia kerja, bagaimana kesesuaian tamatan sekolah dalam hal jumlah dan kwalifikasinya dengan kesempatan kerja, dan bagaimana dengan keterserapan keluaran institusi pendidikan oleh dunia kerja dengan kata lain maslah efisiensi dan relevansi dunia pendidikan dengan dunia kerja berdampak langsung pada kwalitas pendidikan”. Oleh karena itu pengembangan sekolah kejuruan semestinya lebih memprioritaskan kwalitas daripada kuantitasnya.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana agar pendidikan dapat memberikan kualitas yang unggul sesuai yang diharapkan oleh seluruh komponen (masyarakat, pemerintah, DUDI). Ada beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain :
·         Pemerintah lebih memperhatikan dunia pendidikan dengan Menaikkan anggaran pendidikan atau anggaran pendidikan yang tetap tetapi tidak membebankan  gaji guru pada pada anggaran tersebut. Hal lain 7yang yang harus diperhatikan adalah efisiensi pemanfaatan dana untuk membiayai berbagai macam program pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan, menekan biaya operasional organisasi sekecil mungkin sehingga dana yang diberikan oleh pemerintah dapat  tepat sasaran, serta harus ada disiplin penggunaan anggaran yang ketat.
·         Sarana dan prasarana
Sarana dan Prasarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Sarana dan Prasarana diibaratkan sebagi motor penggerak yang dapat berjalan dengan kecepatan sesuai dengan keinginan oleh penggeraknya. Begitu pula dengan pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena dibutuhkan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar
·         Kurikulum
Harus disesuaikan dengan pasar kerja sehingga arah pengembangan pendidikan kejuruan diorientasikan pada permintaan pasar kerja. Orientasi berdasarkan permintaan pasar dapat dilakukan dengan pengembangan kurikulum yang melibatkan pemerintah, pihak sekolah dan industry sehingga dihasilkan kurikulum yang relevan dengan dunia industry yang menitikberatkan Keberhasilan belajar berupa kelulusan dari sekolah kejuruan dengan menggenggam kompetensi khusus/ skil yang dibutuhkan oleh dunia industri, sedangkan keberhasilan program secara tuntas berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja sehingga Stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mapupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan kemampuan kerjanya. Selain itu, kurikulum yang diterapkan hendaklah mengacu kepada perkembangan IPTEK.

·         Pendidik dan tenaga kependidikan
Kepala sekolah, guru, staf kependidikan (tata usaha, pustakawan, dan teknisi/laboran) merupakan kunci sukses atau tidaknya penyelenggaraan pendidikan dan berhadapan langsung dengan subyek pendidikan (siswa). Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan maju dan mundurnya penyelenggaraan pendidikan di lembaganya. Dengan demikian, kepala sekolah harus memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara optimal dan professional.

Guru merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu. Sertifikasi guru dalam jabatan yang digulirkan pemerintah akhir-akhir ini merupakan perlu didukung masyarakat luas, dan dalam pelaksanaannya harus tetap mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan secara utuh, yaitu standar kompetensi pedogogis, kepribadian, profesional, dan sosial.  Kompetensi pedagogic merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi: pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik; pengembangan kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran,  pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar; dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Sedangkan Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:beriman dan bertakwa,  berakhlak mulia, arif dan bijaksana,demokratis, mantap,
berwibawa;stabil, dewasa ,jujur;sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

Kompetensi sosial merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:berkomunikasi lisan, tulis, dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,  bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik,  bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.

Kompetensi profesional  merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu, dan konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.

·         Hubungannya dengan masyarakat dunia usaha / masyarakat yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan. a).Industri Sebagai Tempat Praktik Siswa karena Banyak SMK yang tidak memiliki peralatan dan mesin untuk praktik dalam memenuhi standar kompetensi atau tujuan yang ditentukan, menggunakan industri sebagai tempat praktik (outsourcing), b).Industri Sebagai Tempat Magang Kerja yakni Sistem Magang (apprenticeship)   merupakan sistem pendidikan kejuruan yang paling tua dalam sejarah pendidikan vokasi.  Sistem magang merupakan sistem yang cukup efektif untuk mendidik dan menyiapkan seseorang untuk memperdalam dan menguasai keterampilan yang lebih rumit yang tidak mungkin atau tidak pernah dilakukan melalui pendidikan masal di sekolah. Dalam sistem magang seorang yang belum ahli (novices) belajar dengan orang yang telah ahli (expert) dalam bidang kejuruan tertentu. Sistem magang juga dapat membantu siswa SMK memahami budaya kerja, sikap profesional yang diperlukan, budaya mutu, dan pelayanan konsumen, c). Industri Sebagai Tempat Belajar Manajemen Industri dan Wawasan Dunia Kerja yang  dimanfaatkan oleh sekolah sebagai tempat pembelajaran tentang manajemen dan organisasi produksi. Siswa SMK kadang-kadang melakukan pengamatan cara kerja mesin dan produk yang dihasilkan dengan secara tidak langsung belajar tentang mutu dan efisiensi produk. Selain itu siswa juga belajar tentang manajemen dan organisasi industri untuk belajar tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha, sehingga mereka memiliki wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha. Melalui belajar manajemen dan organisasi ini juga bisa menambah wawasan siswa pada dunia wirausaha.

b.    Relevansi
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau intitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Selain itu permaslahan relevansi juga termasuk SDM ( Tenaga pendidik yang masih banyak mengajar tidak sesuai dengan bidang keahlian pendidikannya, melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya yang sangat tidak sesuai dengan bidang keahlian sebelumnya sehingga  pendalaman bidang keahliannya tidak berjalan dengan baik.
Sebenarnya kriteria relevansi cukup ideal jika dikaitkan dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang ada antara lain sebagai berikut:
·         status lembaga pendidikan yang bermacam-macam
·         sistem pendidikan tidak pernah menghasilkan luaran yang siap pakai. Yang ada ialah siap berkembang.
·         Tidak tersedianya daftar kebutuhan tenaga kerja dengan persyaratannya yang digunakan sebagai pedoman oleh lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya pendidikannya.

Menurut Muhammad  Ali :2009, dimensi pokok yang menjadi tantangan bagi smk baik secara regional maupun nasional salah satunya adalah “Pendekatan kurikulum berdasarkan pendekatan yang lebih fleksibel sesuai dengan kecenderungan perkembangan dan teknologi agar competensi yang diperoleh peserta didik selama dan sesudah mengikuti penddidikan memiliki adaptasi yang tinggi”.
Pada umumnya, Dokumen kurikulum SMK yang digunakan adalah kurikulum yang dasar pembentukannya dilakukan oleh pusat secara nasional yang disusun di oleh badan pengembangan kurikulum atau P4TK yang bekerjasama dengan pihak industri. Prodak Kurikulum diberikan ke sekolah sebagai pedoman dalam memberikan kompetensi kepada peserta didik didik tersebut dikelola di sekolah untuk memilih standar keahlian kompetensi dasar sesuai dengan potensi yang ada di daerah. Dalam pengembangan kurikulum pada umumnya belum melakukan kerjasama dengan melibatkan DUDI sebagai pihak kedua yang turut berperan dalam peningkatan kompetensi siswa. Jadi Prodak KTSP disekolah untuk jurusan TJK masih berpedoman terhadap kurikulum yang berlaku secara nasional dan mengikuti tren SKKD yang digunakan sekolah pada umumnya. Selain itu, kesiapan pembukaan jurusan baru sesuai dengan permintaan pasar tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sehingga implementasi kurikulum tidak berjalan semestinya sehingga memberikan kesan administrasi sempurna   tetapi implementasinya sangat tidak sesuai harapan.

Dalam rangka efisiensi penyelenggaraan pendidikan yang berkwalitas dan relevan dengan dunia industry maka haru melakukan telaah kurikulum yang memperhatikan perkembangan dunia industry srta memberikan pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mapupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan kemampuan kerjanya. Harus dilihat dari segi peralatan belajar, maka untuk mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik yang lain. Bengkel dan laboratorium adalah kelengkapan umum yang menyertai eksistensi suatu sekolah kejuruan. Serta hubungannya dengan masyarakat dunia usaha.
Hubungan lebih jauh dengan masyarakat yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan. Selain itu, diperlukan tenaga pendidik yang mengajar sesuai dengan bidang keahliannya masing- masing.

c.    Kuantitas

Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pembangunan pendidikan diharapkan dapat dibentuk manusia yang berkualitas utuh yang salah satu cirinya adalah sehat jasmani dan rohani. Pada periode 2005--2009 Depdiknas telah berhasil mengembangkan kebijakan-kebijakan terobosan, yaitu (1) pendanaan massal pendidikan, (2) peningkatan kualifikasi dan sertifikasi  pendidik secara massal, (3) penerapan TIK secara massal untuk e-pembelajaran dan e-administrasi, (4) pembangunan prasarana dan sarana pendidikan secara  massal, (5) rehabilitasi prasarana dan  sarana pendidikan secara massal, (6) reformasi perbukuan secara mendasar, (7) peningkatan mutu dan daya saing pendidikan dengan pendekatan komprehensif, (8) perbaikan rasio peserta didik SMK:SMA, (9) otonomisasi satuan pendidikan, (10) intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta didik yang tak terjangkau pendidikan formal  (reaching the unreached), dan (11) penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan dengan pendekatan komprehensif.

Untuk membangun SMK yang dapat menghasilkan SDM yang siap kerja, cerdas dan kompetitif, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan beberapa kebijakan strategis yang mendukung perkembangan pendidikan menengah kejuruan untuk memenuhi tuntutan tersebut melalui perbaikan rasio peserta didik smk : sma yaitu kebijakan untuk membalik rasio peserta didik SMK dibanding SMA dari 30 : 70 pada tahun 2004, menjadi 67 : 33 pada tahun 2015. Kebijakan ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat lebih berorientasi pada pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan dunia usaha dan industri. Selama kurun tahun 2005 – 2008, SMK telah dibangun lebih banyak  dari pada SMA, yaitu sebanyak 466 Unit Sekolah Baru (USB) SMK dibandingkan dengan SMA sebanyak 237 USB. 
Peningkatan kuantitas sekolah menengah kejuruan  melalui Perbaikan rasio antara SMK : MA 67:33 masih terkendala dengan kesiapan LPTK sebagai lembaga pencetak guru yang professional untuk pendidikan kejuruan atau jumlah guru yang dicetak sangat sedikit bila dibandinglkan dengan kebutuhan guru pada sekolah kejuruan, SDM pendidik dan tenaga kependidikan di SMK yang masih kurang memadai, kesiapan pemerintah daerah dalam rangka mendukung program pemerintah pesat, kesiapan biaya pendidikan yang sangat besar sebab sekolah kejuruan akan berjalan dengan baik bila didukung dengan biaya yang memadai, Kesiapan SDM di LPTK dalam rangka mengikuti perkembangan IPTEK dalam rangka menciptakan lulusan yang kompeten (pribadi, skill, spiritual).    
Dengan dilaksanakannya peningkatan rasio SMK maka ‘dibutuhkan pula tenaga pendidik yang professional yang akan mengajar dengan keahlian di bidang masing- masing. Oleh karena itu diperlukan pengembangan guru kejuruan melalui beasiswa, kerjasama pemda, pendataan lulusan serta melakukan rekruitmen D3., melakukan kerjasama yang baik (antara LPTK, Poltek, P4TK dan Pemda)
d.    Distribusi

Pada amandemen Undang-Undang Dasar 1945 di amandemen dan pasal 31 UUD 1945 ditambah ayatnya menjadi:
(1)  Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan;
(2)  Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib 
membiayainya    
(3)  Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang;
(4)  Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
(5)  Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemaujuan peradaban serta kesejaheraan umat manusia.

Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung implikasi bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu memberi kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara. Dengan demikian, dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik, tidak dibenarkan adanya perlakuan yang berbeda yang didasarkan atas jenis kelamin, agama, ras, suku, latar belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi.

Permasalahan dalam hal guru adalah disparitas distribusinya. Bila dilihat secara nasional rasio siswa/guru sudah sangat baik.  Namun bila ditelusuri secara lebih mendalam, Distribusi guru masih belum merata terutama di daerah pedesaan dan daerah terpencil. Hal ini disebabkan karena banyak guru yang berusaha keras untuk bekerja di kota dan ataupun pindah ke kota dengan berbagai macam alasan yang masuk akal. Kekurangan guru terutama di di daerah terpencil. Saat ini rasio guru SMK di daerah terpencil adalah satu guru berbanding 50 siswa, sedangkan di kota besar satu guru berbanding 15 atau 20 siswa.Kekurangan guru juga semakin terasa seiring dengan pembangunan sekolah-sekolah baru. Untuk tahun 2008 akan dibangun 100 unit SMK baru dan 115 unit sekolah yang merupakan proyek lanjutan.Penyebab lain ialah adanya guru-guru yang pensiun dan terjadi perpindahan guru dari desa ke kota besar. Sebagian besar guru SMK berada di kota.

e.    Efisiensi
Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena berbagai faktor, yaitu tenaga kependidikan, peserta didik, kurikulum, program belajar dan pembelajaran, sarana/prasarana pendidikan, dan suasana sosial budaya.
Dalam hal pengembangan kurikulum yang relevan dengan dunia industry, masyarakat, pemerintah dan sekolah, memiliki peranan penting dalam dalam membantu hal tersebut.  Didalam UU standar pembiayaan pendidikan menyatakan bahwa Masyarakat dapat berperan serta dalam membantu pemerintah dalam bidang pendidikan, pengembangan kurikulum terutama kualitas kurikulum yang sesuai dengan tuntutan yang diharapkan masyarakat, dan penyaluran lulusan yang dihasilkan dari proses penyelenggaraan pendidikan. Selain itu, fasilitas sarana dan prasarana sangat mempengaruhi secara langsung kualitas pendidikan, Salah satu prinsip pendidikan kejuruan bahwa untuk mendapatlkan lulusan yang kompeten, sebaiknya siswa dilatih sesuai dengan replica dimana ia akan kerja kelak. Agar mereka terlatih dengan peralatan yang sesuai di industry sehingga pada saat mereka memasuki dunia kerja, industry tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan training. Sehubungan dengan hal tersebut,  pembukaan jurusan baru yang saat ini memiliki minat yang sangat tinggi di masyarakat dilakukan begitu saja dengan berani tanpa mempertimbangkan sarana dan prasarana yang akan digunakan sehingga kegiatan pembelajaran dua tahun terakhir dilakukan apa adanya.

f.     Kebijakaan

Sejak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah memiliki hak, wewenang dan kekuasaaan dalam mengatur berbagai hal. Hak ini timbul karena kedudukan formalnya dalam pemerintahan. Berkaitan dengan hal kekuasaan, Edgar dalam Nanang 1996 mengatakan bahwa “kekuasaan tidak hanya diperoleh semata – mata dalam tingkatan hirarki organisasi tetapi bersumber dari bermacam- macam jenis psikologi kekuasaan yaitu :
·         Kekuasaan jabatan sah (legimated power) berhubungan dengan hak kelembagaan, terjadi apabila bawahan menerima pengaruh, mengakui bahwa atasan secara sah berhak memerintah atau memeberi pengaruh dalam batas- batas tertentu. Ini berarti bawahan mempunyai kewajiban untuk mengakui kekuasaan
·         Kekuasaan yang memaksa (coercive power) yaitu didasarkan pada kemampuan pemberi pengaruh untuk menghukum penerima pengaruh untuk menghukum kalau tidak memenuhi permintaan. Hukuman dapat berupa kehilangan fasilitas  bahkan kehilangan pekerjaan

Psikologi kekuasaan yang memaksa tersebut berkembang karena dipengaruhi oleh factor politik yang dipegang oleh penentu kebijakan di daerah otonom. Factor ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap system pendidikan yang menjadi wilayah kekuasaannya. Pengambilan kebijakan yang didasari oleh kepentingan politik kadang kala mengabaikan hal pokok yang ada disekitarnyya misalnya pendidikan. Kegoisan politik sangat mempengaruhi system pendidikan yang sedang berjalan. Misalnya mutasi, politik balas jasa yang melimpahkan balas jasanya pada sekolah misalnya pada input PSB serta kebijakan politik misalnya pendidikan gratis.

Implementasi penyelenggaraan pendidikan masih kurang didukung kebijakan strategi pemerindah daerah yang dapat mewujudkan arah dan tujuan yang diharapan Pendidikan kejuruan.

Kebijakan pemerintah dengan pendidikan gratis dalam membantu SMK dalam meningkatkan kualitas lulusannya belum memberikan langkah konkrit tentang bagaimana memperhatikan SMK dalam upaya menyiapkan tenaga kerja siap pakai. Misalnya dengan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, menjembatani SMK dengan industry yang ada di aderah otonomnya untuk melakukan kerjjasama yang saling menguntungkan. Sebenarnya dalam hemat saya, pemerintah memiliki  Penyiapan aturan atau bahkan undang-undang yang mengikat semua dunia usaha dan industri dalam merealisasikan kerjasama ini tetapi belum dipikirkan padahal Nasionalisme DUDI dibangun dengan dimulai dari membuat aturan dan undang-undang dan aturan yang mengikat mereka menuju ke arah pembangunan bangsa yang kuat.Pemerintah misalnya masih belum memfungsikan dirinya sebagai penentu kebijakan yang dapat menjembatani kerjasama yang saling menguntungkan dengan dunia industri. Sehingga pada saat PSG banyak peserta didik yang tidak mendapatkan industry yang sesuai dengan bidang keahliannya karena ketidaksesuaian tuntutan pasar  kerja dengan kompetensi yang dimiliki siswa. Salah satu penyebab terjadinya kondisi ironis ini disebabkan ketidakpercayaan industry terhadap kompetensi anak didik. Sehingga dapat dikatakan bahwa target pencapaian yang diiginkan masih terlalu jauh dengan kenyataan yang ada. Oleh karena itu perencanaan “SMK bisa !!” dengan rasio perbadingan SMK dengan SMA 33:67 yang penargetannya dimulai tahun 2009 harus disosialisasikan dengan  baik kepada masyarakat maupun pemerintah daerah agar pemerintah pusat mendapat dukungan penuh  dari  pemerintah daerah sehingga rencana ini dapat direalisasikan dengan baik.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kendala yang ada dalam penyelengaraan pendidikan kejuruan yang terjadi saat ini adalah :

·         Alokasi dana anggaran pendidikan masih kurang
·         Kurikulum yang pada umumnya sudah cukup bagus namun pelaksanaannya yang masih belum sesuai dengan isinya
·         Distribusi dan pemerataan tenaga pendidik masih kurang memadai
·         Mutu pendidikan yang masih kurang.
·         Sarana dan prasarana yang tersedia belum memadai untuk proses pembentukan kompetensi siswa
·         Sumber daya manusia penyelenggara pendidikan belum professional
·         Pihak sekolah masih sering mengeluhkan kurangnya dana operasional pendidikan
·         Kebijakan pemerintah daerah yang tidak fleksibel
·         Adapun factor penghambat pembelajaran yang bermutu adalah SDM, sarana dan prasarana serta system regulasi yang ada.

D.   KESIMPULAN

Mutu pendidikan  tergolong masih sangat rendah, Hal itu disebabkan oleh berbagai permasalahan pendidikan  yang meliputi :
·         Anggaran  alokasi dana untuk pendidikan masih sangat kurang
·         Kualitas atau Mutu pendidikan yang masih rendah
·         Profesionalisme maupun relevansi pendidik dan tenaga kependidikan yang masih kurang
·         Sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai
·         Kurangnya kerjasama dengan DUDI
·         Masalah Pemerataan pendidikan  baik pemerataan guru, pemerataan mendapatkan pendidikan maupun pemerataan sarana dan prasarana yang belum memadai
·         Perhatian pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang.
Oleh karena itu, Agar diperoleh lulusan terampil dan siap pakai yang sesuai dengan kebutuhan dengan dunia industry maka  perlu  dilakukan pembenahan terhadap pendidikan kejuruan kita yang menyangkut hal tersebut diatas.
         
E.    DAFTAR PUSTAKA

·         Ahmad rizal,dkk.2009. Dari guru konvensional menuju guru professional. 2009
·         Muh ali, 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional. PT Grasindo.2009
·         Murniaty, Nasir. Manajemen strategic dalam pemberdayaan SMK. Perdana Publishing.
·         Bambang. Depdiknas.2009.Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010 – 2014
·         BPS Sulsel 2010
·         Kuntjojo. Artikel. Masalah Efisiensi, Efektivitas, Dan Relevansi Pendidikan Dalam Perspektif ManajemenPendidikan.http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/14/masalah-efisiensi-efektivitas-dan-relevansi-pendidikan-dalam-perspektif-manajemen-pendidikan/
·         Yusuf hadi miarso. Pemetaan Pendidikan kejuruan. Februari 2009. http://yusufhadi.net/pemetaan-pendidikan-kejuruan
·         Prof.Dr. Yusufhadi Miarso,M.Sc.makalah Peningkatan Kualifikasi Guru Dalam  Perspektif Teknologi Pendidikan
·         Pardjono.2011. Makalah. Peran Industry dalam pengembangan SMK
·         Kir haryono. Pendidikan kejuruan dan pilosophinya. Cakrawala pendidikan edisi khusus. 1995
·         Sitti maisarah. 2009. Kompetensi guru.
·        http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2011/01/110127_pendidikananggaran.shtml



Tidak ada komentar:

Posting Komentar