Tugas Mata
Kuliah : Filsafat Ilmu Pendidikan
Dosen
Pembimbing : Prof.Dr.Sapto Haryoko,M.Pd
Nur Kamri / 11B08057/ PPS PTK UNM
A.
PENDAHULUAN
Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dalam
system pendidikan nasional merupakan salah satu bentuk pendidikan formal
setingkat pendidikan menengah. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 26 ayat (3) Standar Kompetensi
Lulusan pada satuan pendidikan menengah
kejuruan bertujuan meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan,
kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai
dengan kejuruannya, dengan karakteristik pendidikan kejuruan
sebagai berikut :
1. Mempersiapkan peserta
didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu;
2. Didasarkan kebutuhan
dunia kerja “Demand-Market-Driven”;
3. Penguasaan kompetensi
yang dibutuhkan oleh dunia kerja;
4. Kesuksesan siswa pada “Hands-On”
atau performa di dunia kerja;
5. Hubungan erat dengan
dunia kerja merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan;
6. Responsif dan
antisipatif terhadap kemajuan Teknologi
7. Learning By Doing dan
Hands On Experience;
8. Membutuhkan fasilitas
mutakhir untuk praktik;
9. Memerlukan biaya
investasi dan operasional
yang lebih besar
dari
pendidikan umum.
Karakteristik tersebut diatas menjadi salah satu tujuan
dalam rangka mencapai lulusan SMK yang “bisa…!” yang berkualitas dan mampu
bersaing kapan dan dimanapun berada. Usaha
mengembangkan kualitas sumber daya manusia menjadi semakin penting bagi setiap
bangsa dalam menghadapi era persaingan global. Salah satu lahan pengembangan
SDM adalah melalui pembinaan siswa SMK yang berkwalitas sebab tanpa sumber daya
manusia yang berkualitas, suatu bangsa pasti akan tertinggal dari bangsa lain
dalam percaturan dan persaingan kehidupan dunia internasional yang semakin
kompetitif.
Upaya
pembaharuan pendidikan harus dilakukan secara terus menerus sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan ekonomi, dan perubahan
dalam masyarakat. Khususnya pada pendidikan kejuruan, telah banyak upaya
pembaharuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang
dilakukan selama ini. Karena kemampuan kejuruan yang berkualifikasi tinggi adalah
kebutuhan hakiki untuk kinerja pertumbuhan ekonomi moderen. Oleh karena itu
diperlukan perubahan teknis dan ekonomis terhadap dunia pendidikan kejuruan.
Secara teknis pendidikan kejuruan harus diarahkan kepada
pembentukan calon-calon tenaga kerja yang kompeten sesuai dengan bidangnya
sebagai upaya pemberdayaan SDM. Kualifikasi kunci pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM) adalah: 1).Kompetensi kejuruan, kemapuan sesuai bidang
pekerjaannya, 2).Kompetensi sosial, kemampuan bertindak yang sesuai untuk suatu
kejadian, 3).Kompetensi media, kemampuan memilih, merencanakan dan menerapkan
strategi penyelesaian yang bermakna/bermanfaat, 4). Kompetensi personal,
kepribadian yang kuat khususnya yang berhubungan dengan sikap kerja.
Kebijakan
khusus terkait pengembangan SMK sebagai suatu konsekuensi perubahan paradigma
terhadap pendidikan menengah kejuruan mutlak diperlukan. Terdapat tiga pilar
utama pendidikan, yaitu:
1. Pemerataan dan perluasan akses pendidikan;
2. Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing;
dan
3.
Penguatan tata kelola, akuntabilitas,
dan pencitraan publik.
Ketiga pilar ini merupakan hal yang
harus memperoleh perhatian yang serius pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah sebab untuk pemerataan, peningkatan mutu pendidikan, relevansi,
daya saing maupun tata kelola memerlukan action cerdas. Sedangkan dalam hal pencitraan
public adalah kemampuan SMK dalam membangun kepercayaan masyarakat bahwa SMK
benar-benar “bisa..!!” sesuai dengan bidang keahlian yang diampunya.
B.
KONDISI RIL PENYELENGGARAAN PTK
Charles Prosser dalam Vocation Education in
Democracy (1949) yang dikutip oleh William G. Camp dan John H. Hillison (1984,
15-16) memberikan 16 butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan, yaitu :
1. Pendidikan
kejuruan akan efisien jika disediakan lingkungan belajar yang sesuai dengan
(replika) lingkungan di tempat kelak mereka akan bekerja.
2. Latihan
kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas-tugas yang diberikan di
dalam latihan memiliki kesamaan operasional dengan peralatan yang sama dan
mesin yang sama dengan yang akan dipergunakan di dalam kerjanya kelak.
3. Pendidikan
kejuruan akan efektif jika latihan diberikan secara langsung dan spesifik di
dalam pemikiran, perhatian, minat, dan intelegensi intrinsik dengan kemungkinan
pengembagan terbesar.
4. Pendidikan
kejuruan akan efektif jika sejak latihan sudah dibiasakan dengan perilaku yang
akan ditunjukkan dalam pekerjaaannya kelak.
5. Pemberian
latihan kejuruan yang efektif untuk semua profesi, perdagangan, pekerjaan hanya
dapat diberikan kepada kelompok terpilih yang memang memerlukan, menginginkan
dan sanggup memanfaatkannya.
6. Latihan
Pendidikan Kejuruan akan efektif jika pemberian latihan yang berupa pengalaman
khusus dapat diberikan terwujud dalam kebiasaan-kebiasaan yang benar dalam
melakukan dan berpikir secara berulang-ulang hingga diperoleh penguasaan yang
tepat guna dipekerjaannya.
7. Pendidikan
kejuruan akan efektif jika pelatihnya cukup berpengalaman dalam menerapkan
kemampuan dan keterampilannya dalam mengajar
8. Untuk
setiap pekerjaan terdapat kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh individu
agar bisa menjabat pekerjaan itu. Jika pelatihan tidak diarahkan mencapai
kompetensi minimal individu dan masyarakat akan rugi.
9. Pendidikan
Kejuruan harus mengenal kondisi kerja dan harapan pasar.
10. Proses
pemantapan yang efektif tentang kebiasaan bekerja bagi setiap pelajar akan
sangat tergantung dari proporsi sebagaiman memberikan kesempatan latihan untuk
mengenal pekerjaan yang sesungguhnya, dan bukan hanya tiruan.
11. Sumber
data yang paling tepat untuk meneta Pendidikan kejuruanan materi pelatihan
pendidikan kejuruan tidak ada lain kecuali pengalaman yang erat kaitannya
dengan pekerjaan.
12. Untuk
setiap jabatan terdapat bagian inti yang sangat penting dan ada bagian lain
yang bisa cocok dengan pekerjaan lain atau jabatan lain.
13. Pendidikan
Kejuruan akan dirasakan efisien sebagai penyiapan pelayanan bagi masyarakat
untuk kebutuhan tertentu pada waktu tertentu.
14. Pendidikan
Kejuruan akan bermanfaat secara sosial jika hubungan manusiawinya diperhatikan.
15. Administrasi
Pendidikan Kejuruan kejuruan akan efisien jika bersifat lentur dibandingkan
yang kaku.
16. Walaupun
untuk sesuatu jenis Pendidikan Kejuruan telah diupayakan agar biaya per unit
itu diperkecil, namun jika sudah sampai batas minimal tetapi ternyata hasilnya
tidak efektif sebaiknya penyelenggaraan pendidikan kejuruan dibatalkan.
Ke-16 falsafah tersebut diatas bila
terealisasi dngan baik, maka akan menciptakan suatu pendidikan kejuruan yang
ideal. Tetapi untuk realisasi pelaksanaannya masih belum sempurna karena
berbagai macam hal. Secara umum, kondisi
ril sekolah menengah kejuruan pada umumnya Adalah
·
Kurikulum
yang pada umumnya sudah cukup bagus namun pelaksanaannya masih belum sesuai
dengan isinya dan kandungannya
·
Kerjasama
dengan DUDI masih sangat kurang
·
Sarana
dan prasarana yang tersedia belum memadai untuk proses pembentukan kompetensi
siswa sehingga system yang berjalan Masih berorientasi pada kuantitas siswa
bukan berorientasi pada kwalitas lulusan
·
Sumber
daya manusia penyelenggara pendidikan belum professional (mengajar tidak pas
dengan bidang keahlian dan kompetensi yang seharusnya)
·
Pihak
sekolah masih sering mengeluhkan kurangnya dana operasional pendidikan
·
Perhatian
pemerintah daerah yang masih sangat kurang
·
Adapun
factor penghambat pembelajaran yang bermutu adalah SDM, sarana dan prasarana
serta system regulasi yang ada.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, prof
dr. yusuf hadi Miarso mengungkapkan kondisi ril PTK saat ini adalah :
·
Kurikulum pada sebagian besar SMK
yang diteliti pada umumnya kurang lengkap. Dengan tidak lengkapnya dokumen
kurikulum tersebut diragukan apakah pengembangannya telah disesuaikan dengan
kebutuhan lapangan kerja yang menuntut tenaga kerja yang mampu mengikuti
perkembangan yang dinamis dalam lingkungan kerja.
·
Tiap sekolah telah memperoleh
anggaran yang cukup memadai untuk pengembangan kurikulum tetapi tidak terungkap
seberapa jauh dilakukan kerjasama antar sekolah. Kurikulum pada beberapa
sekolah menunjukkan kesamaan yang besar, padahal kondisi dan lingkungan sekolah
berbeda. Dalam seminar yang diselenggarakan juga terungkap bahwa peran dan
keterlibatan dunia usaha dan industri dalam pengembangan kurikulum juga belum
diwujudkaan secara optimal.
·
Usaha sekolah untuk melengkapi
sarana dan prasarana yang diperlukan ternyata tidak hanya melalui “satu pintu”,
karena ada beberapa proyek yang memberikan kesempatan bagi sekolah-sekolah
untuk mengajukan proposal. Pada beberapa sekolah yang dikunjungi ternyata ada
duplikasi dalam pengadaaan sarana pembelajaran. Demikian pula ada satu sekolah
yang mendapat alokasi sarana untuk suatu laboratorium produktif tertentu,
tetapi belum dapat difungsikan karena tenaga gurunya masih belum siap.
·
Proses pembelajaran pada umumnya
telah memenuhi persyaratan dengan memberikan porsi praktikum yang cukup. Namun
praktikum tersebut hanya diberikan dalam mata pelajaran keterampilan produktif.
Untuk pelajaran keterampilan intelektual seperti matematik dan sains, tidak
terungkap adanya praktikum berupa belajar pemecahan masalah, belajar berbasis
proyek dan sebagainya.
·
Metode penilaian yang otentik dengan
menggunakan instrumen berupa rubrik dan portofolio belum terungkap bukti
pelaksanaannya. Analisis dokumen SAP atau RPP belum menunjukkan adanya bentuk
penilaian tersebut.
·
Kompetensi lulusan masih
berorientasikan pada kebutuhan lapangan kerja masa sekarang atau bahkan masa
lalu, dan belum membuka wawasan ke masa mendatang. Perkembangan teknologi,
terutama teknologi informasi dan komunikasi yang telah memicu globalisasi, baru
sekedar diketahui dan dioperasikan, belum dimanfaatkan untuk keperluan belajar
atau untuk mencari informasi yang berkaitan dengan perkembangan lingkungan
kerja. Kemandirian sebagai salah satu kompetensi yang perlu dikuasai, belum
tampak usaha pengem-bangannya. Kemampuan ini sangat diperlukan dalam menghadapi
situasi yang senantiasa berubah.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh
dalam pengembangan SMK adalah
·
SMK perlu dikembangkan sebagai
organisasi belajar, yaitu dengan mengembangkan diri secara terus menerus sesuai
dengan perkem-bangan lingkungan (sosial, budaya dan teknologi), dan berpegangan
pada azas organisasi belajar. Program sosialisasi Pendidikan Kejuruan perlu
dilakukan lebih gencar dengan cara menampilkan profil lulusan pada berbagai
program/jurusan.
·
Perlunya dibangun kerja sama yang
harmonis dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta berbagai pihak
swasta yang memerlukan tenaga kerja terampil. Kerjasama tersebut diharapkan
dapat mengubah sistem pendidikan dari output oriented menjadi job oriented
sehingga angkatan kerja yang baru sudah siap masuk ke pasar kerja.
·
Untuk menghasilkan lulusan yang siap
pakai, mandiri atau mampu berwirausaha SMK perlu melakukan usaha-usaha baik
dibidang pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, dengan menyertakan DUDI
dalam kegiatan sekolah. Pihak DUDI menyarankan agar SMK menambah guru yang
sesuai dengan bidangnya dan perlu meningkatkan kompetensi dan wawasan agar
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan
bidang keahlian yang diampunya.
·
Penilaian para pakar dan mitra
industri terhadap kompetensi lulusan pendidikan kejuruan belum sepenuhnya
memenuhi standar industri. Esensi dari lulusan SMK adalah tenaga kerja siap
pakai pada level menengah, namun lulusan SMK secara umum belum mampu untuk itu,
karena Lulusan SMK yang bekerja di industri masih harus dididik dan dilatih
kembali sehingga memerlukan biaya tambahan. Beberapa pengusaha yang merekrut
lulusan SMK dan SMU, menyatakan bahwa lulusan SMU jika dilatih juga akan
memiliki keterampilan yang tidak jauh berbeda dengan lulusan SMK.
·
Sarana dan prasarana perlu
dilengkapi untuk semua jurusan, termasuk pengadaan wahana pelatihan berbasis
produksi (teaching factory) juga sudah diterapkan dalam kegiatan di setiap unit
produksi. Untuk itu perlu ditentukan kebijakan satu pintu, sehingga tidak
terjadi duplikasi dan/atau perhatian yang terfokus pada jurusan tertentu saja
·
Program kejuruan harus dapat
dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan, karakteristik peserta didik, dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Agar lulusan dapat menyesuaikan
diri secara cepat dengan lingkungan kerja yang berkembang pesat, program
pendidikan kejuruan perlu dikembangkan dengan basis pengetahuan dan teknologi
yang luas. Program yang terlalu menjurus atau sempit, kurang sesuai lagi dengan
tuntutan dunia kerja. Idealnya program dikembangkan tidak hanya berorientasi
pada pengembangan keterampilan semata, tetapi juga berorientasi pada proses
yang mengembangkan kemampuan berpikir logis, etis, dan estetis, serta kemampuan
beradaptasi terhadap perkembangan lingkungan dan tuntutan dunia kerja.
·
Rencana penambahan jumlah SMK
sehingga prosentasenya lebih banyal dari SMU perlu dipertimbankan kembali.
Perlu ditingkatkan lebih dahulu mutu pendidikan kejuruan, sehingga memenuhi
seluruh ketentuan standar nasional pendidikan. Peningkatan mutu tersebut
diharapkan dapat meningkatkan dayatarik pendidikan kejuruan, dan meningkatnya
daya tarik tersebut baru dilayani dengan pengembangan satuan pendidikan.
C.
KENDALA PENYELENGGARAAAN PTK DITINJAU
DARI ASPEK KUALITAS, KUANTITAS, RELEVANSI DAN DISTRIBUSI
Pada awal orde baru hingga awal pelita
keVI sector pendidikan mengalami perkembangan yang cukup baik secara
kuantitatif strategi pendidikan nasional yang dicanagkan pada akhir pelita ke
II terdiri dari 4 butir yaitu:1. Peningkatan kualitas pendidikan, 2. Pemerataan
Kesempatan memperoleh Pendidiakan 3. Relevansi pendidikan dan 4. Efesiensi
pendidikan (Ali. M, 2009). Ada banyak penyabab mengapa mutu
pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai
rendah. Adapun Permasalahan makro pendidikan di Indonesia meliputi
kwalitas, kuantitas, relevansi dan
distribusi.
a.
Kwalitas
Memang suatu kenyataan bahwa sampai hari ini kualitas pendidikan kita masih sangat jauh tertinggal dibandingkan
negara-negara yang sedang berkembang,
terutama di lingkup negara-negara ASEAN. Berdasarkan survey Political and Economic Risk (PERC) kualitas
pendidikan di Indonesia berada pada
urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Menyedihkan lagi ternyata posisi Indonesia berada di bawah
Vietnam. Memprihatinkan lagi, hasil survey
tahun 2007 World Competitiveness Year Book memaparkan daya saing pendidikan kita dari 55 negara yang
disurvey Indonesia berada pada urutan
53. Dampak rendahnya mutu pendidikan
Indonesia itu secara tidak langsung
ternyata ikut mempengaruhi berbagai sisi kehidupan di negeri ini. Misalnya terhadap sumber daya
manusia Indonesia sangat jelas jauh
tertinggal.Hal ini dapat dilihat dari hasil reset Ciputra yang menyatakan bahwa Indonesia hanya mempunyai
0,18 persen pengusaha dari jumlah
penduduk. Padahal sesuai syarat untuk menjadi negara maju minimal 2 persen dari jumlah penduduk harus ada
pengusaha.
Sebagaimana Singapura yang kini memiliki 7 persen dan AS
5 persen dari jumlah penduduknya adalah
pengusaha. Dampak lain akibat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia dapat dilihat dari Human
Development Indeks (HDI) Indonesia
sebagaimana laporan UNDP, HDI pada 2007 dari 177 negara yang dipublikasikan HDI, Indonesia berada pada
urutan ke-107 dengan indeks 0,728, hingga
menempati urutan ke-7 dari sembilan negara ASEAN di bawah Vietnam dan di atas Kamboja dan Myanmar. Berdasarkan data yang ada terbukti bahwa kualitas pendidikan Indonesia
berada pada titik terendah. Rendahnya
kualitas pendidikan di tanah air antara lain tidak terlepas dari rendahnya kualitas sarana fisik. Banyak
gedung-gedung sekolah rusak, penggunaan media belajar yang rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap, laboratorium
tidak standar serta pemakaian teknologi informasi yang tidak memadai. Demikian pula kualitas
guru rendah yang ditandai belum memiliki
profesionalisme memadai. Rendahnya kesejahteraan guru juga ikut memacu rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia. Idealnya
seorang guru sebagaimana hasil penelitian federasi guru independen bergaji tiap bulan Rp3 juta, tapi nyatanya
rata-rata bergaji Rp1,5 juta, guru bantu
Rp460 ribu dan honorer Rp10 ribu per jam. Akibatnya dengan gaji yang rendah banyak guru bekerja
sampingan. Selain itu biaya pendidikan yang mahal juga ikut menurunkan
kualitas pendidikan.
Padahal di negara-negara maju banyak sekolah-sekolah
bermutu namun biaya pendidikan rendah. Bahkan di beberapa negara pendidikan
digratiskan, karena menjadi
tanggungjawab negara. Di Indonesia, pemerintah berkilah akibat keterbatasan
dana. Padahal Malaysia tak gentar menganggarkan 35 persen dari APBNnya untuk biaya pendidikan
diluar gaji guru .
Tidak ada salahnya bercermin dari Negara
tetangga yaitu Malaysia yang begitu memperhatikan
pembangunan kualitas SDMnya. Di Indonesia sendiri, anggaran pendidikan
menempati posisi teratas tapi masih belum cukup. Alokasi anggaran pendidikan
sebesar 20% dari APBN masih jauh dari cukup karena sebagian besar tersedot
untuk membayar gaji guru.
Rincian Anggaran pendidikan*
- Tahun 2010 Rp225 triliun
- Tahun 2011 Rp249 triliun
- 80% dari total anggaran untuk gaji guru
- Anggaran seharusnya tidak termasuk gaji
*http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2011/01/110127_pendidikananggaran.shtml
Berdasarkan gambaran anggaran
pendidikan tersebut, 20% APBN untuk anggaran pendidikan hanya tersisa sedikit
saja untuk pembangunan pendidikan. jadi
mungkin tidak mengherankan jika permintaan kebutuhan sekolah dijawab
dengan singkat yaitu keterbatasan dana. Padahal pendidikan terutama pendidikan
kejuruan memerlukan bantuan dan dana yang besar untuk tetap eksis dalam mencetak
lulusan yang berkualitas dan “bisa..!!”.
Joni
dalam Abdul Hadis (2010:70) mengatakan bahwa “pendidikan yang bermutu
/berkwalitas dapat dilihat dalam hubungannya dengan dunia kerja, yaitu
bagaimana kesesuaian antara kecakapan dan keterampilan dengan tuntutan dunia
kerja, bagaimana kesesuaian tamatan sekolah dalam hal jumlah dan kwalifikasinya
dengan kesempatan kerja, dan bagaimana dengan keterserapan keluaran institusi
pendidikan oleh dunia kerja dengan kata lain maslah efisiensi dan relevansi
dunia pendidikan dengan dunia kerja berdampak langsung pada kwalitas
pendidikan”. Oleh karena itu pengembangan sekolah kejuruan semestinya lebih
memprioritaskan kwalitas daripada kuantitasnya.
Pertanyaan
yang muncul adalah bagaimana agar pendidikan dapat memberikan kualitas yang
unggul sesuai yang diharapkan oleh seluruh komponen (masyarakat, pemerintah,
DUDI). Ada beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain :
·
Pemerintah lebih memperhatikan dunia
pendidikan dengan Menaikkan anggaran pendidikan atau anggaran pendidikan yang
tetap tetapi tidak membebankan gaji guru
pada pada anggaran tersebut. Hal lain 7yang yang harus diperhatikan adalah
efisiensi pemanfaatan dana untuk membiayai berbagai macam program pendidikan
dan penyelenggaraan pendidikan, menekan biaya operasional organisasi sekecil
mungkin sehingga dana yang diberikan oleh pemerintah dapat tepat sasaran, serta harus ada disiplin
penggunaan anggaran yang ketat.
·
Sarana dan prasarana
Sarana dan
Prasarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur
mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Sarana dan Prasarana
diibaratkan sebagi motor penggerak yang dapat berjalan dengan kecepatan sesuai dengan keinginan oleh penggeraknya. Begitu pula dengan
pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena dibutuhkan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat berguna untuk menunjang
penyelenggaraan proses belajar
·
Kurikulum
Harus
disesuaikan dengan pasar kerja sehingga arah pengembangan pendidikan kejuruan
diorientasikan pada permintaan pasar kerja. Orientasi berdasarkan permintaan
pasar dapat dilakukan dengan pengembangan kurikulum yang melibatkan pemerintah,
pihak sekolah dan industry sehingga dihasilkan kurikulum yang relevan dengan
dunia industry yang menitikberatkan Keberhasilan belajar
berupa kelulusan dari sekolah kejuruan dengan menggenggam kompetensi khusus/
skil yang dibutuhkan oleh dunia industri, sedangkan keberhasilan program secara
tuntas berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak dilapangan kerja
sehingga Stimuli dan pengalaman belajar yang disajikan melalui pendidikan
kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang mengembangkan domain
afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan integralnya yang siap untuk
dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mapupun
nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini termasuk sikap kerja dan
orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan kemampuan kerjanya.
Selain itu, kurikulum yang diterapkan hendaklah mengacu kepada perkembangan
IPTEK.
·
Pendidik dan tenaga kependidikan
Kepala sekolah, guru, staf kependidikan (tata usaha,
pustakawan, dan teknisi/laboran) merupakan kunci sukses atau tidaknya
penyelenggaraan pendidikan dan berhadapan langsung dengan subyek pendidikan
(siswa). Kepala sekolah mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan
maju dan mundurnya penyelenggaraan pendidikan di lembaganya. Dengan demikian,
kepala sekolah harus memiliki potensi yang dapat dikembangkan secara optimal
dan professional.
Guru merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu,
peningkatan profesionalisme guru perlu memperoleh perhatian tersendiri baik
dari sekolah maupun pemerintah. Saat ini, masih banyak guru yang mengajar tidak
sesuai dengan bidang dan kompetensi yang seharusnya. Peningkatan
profesionalisme guru harus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinyu.
Sertifikasi guru dalam jabatan yang digulirkan pemerintah akhir-akhir ini
merupakan perlu didukung masyarakat luas, dan dalam pelaksanaannya harus tetap
mengacu pada standar kompetensi yang ditetapkan secara utuh, yaitu standar
kompetensi pedogogis, kepribadian, profesional, dan sosial. Kompetensi pedagogic merupakan kemampuan Guru
dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi: pemahaman
wawasan atau landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik; pengembangan
kurikulum atau silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan
dialogis, pemanfaatan teknologi pembelajaran, evaluasi hasil belajar; dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Sedangkan
Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang:beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia, arif dan
bijaksana,demokratis, mantap,
berwibawa;stabil, dewasa ,jujur;sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
berwibawa;stabil, dewasa ,jujur;sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi
sosial merupakan kemampuan Guru sebagai bagian dari Masyarakat yang
sekurang-kurangnya meliputi kompetensi untuk:berkomunikasi lisan, tulis,
dan/atau isyarat secara santun, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional, bergaul secara
efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan
satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik, bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan menerapkan
prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan.
Kompetensi
profesional merupakan kemampuan Guru dalam menguasai pengetahuan bidang
ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang
sekurang-kurangnya meliputi penguasaan: materi pelajaran secara luas dan
mendalam sesuai dengan standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran,
dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu, dan konsep dan metode
disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara konseptual
menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran,
dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
·
Hubungannya dengan masyarakat dunia
usaha / masyarakat yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang
sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan
kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya
dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commite), kesediaan
dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang
memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan. a).Industri Sebagai Tempat Praktik Siswa
karena Banyak SMK yang tidak memiliki peralatan dan mesin untuk praktik dalam
memenuhi standar kompetensi atau tujuan yang ditentukan, menggunakan industri
sebagai tempat praktik (outsourcing),
b).Industri Sebagai Tempat Magang
Kerja yakni Sistem Magang (apprenticeship) merupakan sistem pendidikan kejuruan yang
paling tua dalam sejarah pendidikan vokasi.
Sistem magang merupakan sistem yang cukup efektif untuk mendidik dan
menyiapkan seseorang untuk memperdalam dan menguasai keterampilan yang lebih
rumit yang tidak mungkin atau tidak pernah dilakukan melalui pendidikan masal
di sekolah. Dalam sistem magang seorang yang belum ahli (novices) belajar dengan orang yang telah ahli (expert) dalam bidang kejuruan tertentu. Sistem magang juga dapat
membantu siswa SMK memahami budaya kerja, sikap profesional yang diperlukan,
budaya mutu, dan pelayanan konsumen, c).
Industri Sebagai Tempat Belajar Manajemen Industri dan Wawasan Dunia Kerja
yang dimanfaatkan oleh sekolah sebagai
tempat pembelajaran tentang manajemen dan organisasi produksi. Siswa SMK
kadang-kadang melakukan pengamatan cara kerja mesin dan produk yang dihasilkan
dengan secara tidak langsung belajar tentang mutu dan efisiensi produk. Selain
itu siswa juga belajar tentang manajemen dan organisasi industri untuk belajar
tentang dunia usaha dan cara pengelolaan usaha, sehingga mereka memiliki
wawasan dan pengetahuan tentang dunia usaha. Melalui belajar manajemen dan
organisasi ini juga bisa menambah wawasan siswa pada dunia wirausaha.
b.
Relevansi
Masalah
relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang
tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan
pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya
lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan
tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Masalah ini berkenaan
dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang
diharapkan satuan pendidikan di atasnya atau intitusi yang membutuhkan tenaga
kerja, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
Selain itu
permaslahan relevansi juga termasuk SDM ( Tenaga pendidik yang masih banyak
mengajar tidak sesuai dengan bidang keahlian pendidikannya, melanjutkan
pendidikan ke jenjang pendidikan berikutnya yang sangat tidak sesuai dengan bidang
keahlian sebelumnya sehingga pendalaman
bidang keahliannya tidak berjalan dengan baik.
Sebenarnya kriteria relevansi cukup ideal jika dikaitkan
dengan kondisi sistem pendidikan pada umumnya dan gambaran tentang kerjaan yang
ada antara lain sebagai berikut:
·
status lembaga pendidikan yang
bermacam-macam
·
sistem pendidikan tidak pernah
menghasilkan luaran yang siap pakai. Yang ada ialah siap berkembang.
·
Tidak tersedianya daftar kebutuhan
tenaga kerja dengan persyaratannya yang digunakan sebagai pedoman oleh
lembaga-lembaga pendidikan untuk menyusun programnya pendidikannya.
Menurut Muhammad Ali :2009, dimensi pokok yang menjadi
tantangan bagi smk baik secara regional maupun nasional salah satunya adalah
“Pendekatan kurikulum berdasarkan pendekatan yang lebih fleksibel sesuai dengan
kecenderungan perkembangan dan teknologi agar competensi yang diperoleh peserta
didik selama dan sesudah mengikuti penddidikan memiliki adaptasi yang tinggi”.
Pada umumnya, Dokumen kurikulum SMK yang digunakan adalah
kurikulum yang dasar pembentukannya dilakukan oleh pusat secara nasional yang
disusun di oleh badan pengembangan kurikulum atau P4TK yang bekerjasama dengan
pihak industri. Prodak Kurikulum diberikan ke sekolah sebagai pedoman dalam
memberikan kompetensi kepada peserta didik didik tersebut dikelola di sekolah
untuk memilih standar keahlian kompetensi dasar sesuai dengan potensi yang ada
di daerah. Dalam pengembangan kurikulum pada umumnya belum melakukan kerjasama
dengan melibatkan DUDI sebagai pihak kedua yang turut berperan dalam
peningkatan kompetensi siswa. Jadi Prodak KTSP disekolah untuk jurusan TJK
masih berpedoman terhadap kurikulum yang berlaku secara nasional dan mengikuti
tren SKKD yang digunakan sekolah pada umumnya. Selain itu, kesiapan
pembukaan jurusan baru sesuai dengan permintaan pasar tidak didukung dengan
sarana dan prasarana yang memadai. Sehingga implementasi kurikulum tidak
berjalan semestinya sehingga memberikan kesan administrasi sempurna tetapi implementasinya sangat tidak sesuai harapan.
Dalam
rangka efisiensi penyelenggaraan pendidikan yang berkwalitas dan relevan dengan
dunia industry maka haru melakukan telaah kurikulum yang memperhatikan
perkembangan dunia industry srta memberikan pengalaman belajar yang disajikan
melalui pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang
mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan
integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi
lewat proses belajar mapupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini
termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan
kemampuan kerjanya. Harus dilihat dari segi peralatan belajar, maka untuk
mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yang dapat mencerminkan situasi
dunia kerja secara realistis dan edukatif diperlukan banyak perlengkapan,
sarana dan perbekalan logistik yang lain. Bengkel dan laboratorium adalah
kelengkapan umum yang menyertai eksistensi suatu sekolah kejuruan. Serta hubungannya
dengan masyarakat dunia usaha.
Hubungan
lebih jauh dengan masyarakat yang mencakup daya dukung dan daya serap
lingkungan yang sangat penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga
pendidikan kejuruan. Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini
mencakup adanya dewan penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory
commite), kesediaan dunia usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam
program kerjasama yang memungkinkan kesempatan pengalaman belajar dilapangan.
Selain itu, diperlukan tenaga pendidik yang mengajar sesuai dengan bidang
keahliannya masing- masing.
c.
Kuantitas
Pembangunan pendidikan merupakan
bagian dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Melalui pembangunan
pendidikan diharapkan dapat dibentuk manusia yang berkualitas utuh yang salah
satu cirinya adalah sehat jasmani dan rohani. Pada periode 2005--2009 Depdiknas
telah berhasil mengembangkan kebijakan-kebijakan terobosan, yaitu (1) pendanaan
massal pendidikan, (2) peningkatan kualifikasi dan sertifikasi pendidik secara massal, (3) penerapan TIK
secara massal untuk e-pembelajaran dan e-administrasi, (4) pembangunan
prasarana dan sarana pendidikan secara
massal, (5) rehabilitasi prasarana dan sarana pendidikan secara massal, (6) reformasi
perbukuan secara mendasar, (7) peningkatan mutu dan daya saing pendidikan
dengan pendekatan komprehensif, (8) perbaikan rasio peserta didik SMK:SMA, (9)
otonomisasi satuan pendidikan, (10) intensifikasi dan ekstensifikasi pendidikan
nonformal dan informal untuk menggapaikan layanan pendidikan kepada peserta
didik yang tak terjangkau pendidikan formal
(reaching the unreached), dan (11) penguatan tata kelola, akuntabilitas,
dan citra publik pendidikan dengan pendekatan komprehensif.
Untuk membangun SMK yang dapat
menghasilkan SDM yang siap kerja, cerdas dan kompetitif, Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan beberapa kebijakan strategis
yang mendukung perkembangan pendidikan menengah kejuruan untuk memenuhi
tuntutan tersebut melalui perbaikan rasio peserta didik smk : sma yaitu
kebijakan untuk membalik rasio peserta didik SMK dibanding SMA dari 30 : 70
pada tahun 2004, menjadi 67 : 33 pada tahun 2015. Kebijakan ini ditujukan agar
keluaran pendidikan dapat lebih berorientasi pada pemenuhan dunia kerja serta
kebutuhan dunia usaha dan industri. Selama kurun tahun 2005 – 2008, SMK telah
dibangun lebih banyak dari pada SMA,
yaitu sebanyak 466 Unit Sekolah Baru (USB) SMK dibandingkan dengan SMA sebanyak
237 USB.
Peningkatan
kuantitas sekolah menengah kejuruan
melalui Perbaikan rasio antara SMK : MA 67:33 masih terkendala dengan
kesiapan LPTK sebagai lembaga pencetak guru yang professional untuk pendidikan
kejuruan atau jumlah guru yang dicetak sangat sedikit bila dibandinglkan dengan
kebutuhan guru pada sekolah kejuruan, SDM pendidik dan tenaga kependidikan di
SMK yang masih kurang memadai, kesiapan pemerintah daerah dalam rangka
mendukung program pemerintah pesat, kesiapan biaya pendidikan yang sangat besar
sebab sekolah kejuruan akan berjalan dengan baik bila didukung dengan biaya
yang memadai, Kesiapan SDM di LPTK dalam rangka mengikuti perkembangan IPTEK
dalam rangka menciptakan lulusan yang kompeten (pribadi, skill, spiritual).
Dengan
dilaksanakannya peningkatan rasio SMK maka ‘dibutuhkan pula tenaga pendidik
yang professional yang akan mengajar dengan keahlian di bidang masing- masing.
Oleh karena itu diperlukan pengembangan guru kejuruan melalui beasiswa,
kerjasama pemda, pendataan lulusan serta melakukan rekruitmen D3., melakukan
kerjasama yang baik (antara LPTK, Poltek, P4TK dan Pemda)
d.
Distribusi
Pada amandemen Undang-Undang Dasar
1945 di amandemen dan pasal 31 UUD 1945 ditambah ayatnya menjadi:
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan;
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya
membiayainya
(3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan
dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan Undang-Undang;
(4) Negara memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi
kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional;
(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemaujuan peradaban serta kesejaheraan umat manusia.
Landasan pokok keberadaan sistem
pendidikan nasional adalah UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan
bahwa: Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung
implikasi bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu memberi kesempatan
belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara. Dengan demikian, dalam
penerimaan seseorang sebagai peserta didik, tidak dibenarkan adanya perlakuan
yang berbeda yang didasarkan atas jenis kelamin, agama, ras, suku, latar
belakang sosial dan tingkat kemampuan ekonomi.
Permasalahan dalam hal guru adalah
disparitas distribusinya. Bila dilihat secara nasional rasio siswa/guru sudah
sangat baik. Namun bila ditelusuri
secara lebih mendalam, Distribusi guru masih belum merata terutama di daerah
pedesaan dan daerah terpencil. Hal ini disebabkan karena banyak guru yang
berusaha keras untuk bekerja di kota dan ataupun pindah ke kota dengan berbagai
macam alasan yang masuk akal. Kekurangan guru terutama di di daerah terpencil.
Saat ini rasio guru SMK di daerah terpencil adalah satu guru berbanding 50
siswa, sedangkan di kota besar satu guru berbanding 15 atau 20 siswa.Kekurangan
guru juga semakin terasa seiring dengan pembangunan sekolah-sekolah baru. Untuk
tahun 2008 akan dibangun 100 unit SMK baru dan 115 unit sekolah yang merupakan
proyek lanjutan.Penyebab lain ialah adanya guru-guru yang pensiun dan terjadi
perpindahan guru dari desa ke kota besar. Sebagian besar guru SMK berada di
kota.
e.
Efisiensi
Masalah efisiensi pendidikan dapat terjadi karena
berbagai faktor, yaitu tenaga kependidikan, peserta didik, kurikulum, program
belajar dan pembelajaran, sarana/prasarana pendidikan, dan suasana sosial
budaya.
Dalam
hal pengembangan kurikulum yang relevan dengan dunia industry, masyarakat,
pemerintah dan sekolah, memiliki peranan penting dalam dalam membantu hal
tersebut. Didalam UU standar pembiayaan
pendidikan menyatakan bahwa Masyarakat dapat berperan serta dalam membantu
pemerintah dalam bidang pendidikan, pengembangan kurikulum terutama kualitas
kurikulum yang sesuai dengan tuntutan yang diharapkan masyarakat, dan
penyaluran lulusan yang dihasilkan dari proses penyelenggaraan pendidikan.
Selain itu, fasilitas sarana dan prasarana sangat mempengaruhi secara langsung
kualitas pendidikan, Salah satu prinsip pendidikan kejuruan bahwa untuk
mendapatlkan lulusan yang kompeten, sebaiknya siswa dilatih sesuai dengan
replica dimana ia akan kerja kelak. Agar mereka terlatih dengan peralatan
yang sesuai di industry sehingga pada saat mereka memasuki dunia kerja,
industry tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan training.
Sehubungan dengan hal tersebut,
pembukaan jurusan baru yang saat ini memiliki minat yang sangat tinggi
di masyarakat dilakukan begitu saja dengan berani tanpa mempertimbangkan sarana
dan prasarana yang akan digunakan sehingga kegiatan pembelajaran dua tahun
terakhir dilakukan apa adanya.
f.
Kebijakaan
Sejak diberlakukannya otonomi daerah,
pemerintah memiliki hak, wewenang dan kekuasaaan dalam mengatur berbagai hal.
Hak ini timbul karena kedudukan formalnya dalam pemerintahan. Berkaitan dengan
hal kekuasaan, Edgar dalam Nanang 1996 mengatakan bahwa “kekuasaan tidak hanya
diperoleh semata – mata dalam tingkatan hirarki organisasi tetapi bersumber
dari bermacam- macam jenis psikologi kekuasaan yaitu :
·
Kekuasaan
jabatan sah (legimated power) berhubungan dengan hak kelembagaan, terjadi
apabila bawahan menerima pengaruh, mengakui bahwa atasan secara sah berhak
memerintah atau memeberi pengaruh dalam batas- batas tertentu. Ini berarti
bawahan mempunyai kewajiban untuk mengakui kekuasaan
·
Kekuasaan
yang memaksa (coercive power) yaitu didasarkan pada kemampuan pemberi pengaruh
untuk menghukum penerima pengaruh untuk menghukum kalau tidak memenuhi
permintaan. Hukuman dapat berupa kehilangan fasilitas bahkan kehilangan pekerjaan
Psikologi kekuasaan yang memaksa
tersebut berkembang karena dipengaruhi oleh factor politik yang dipegang oleh
penentu kebijakan di daerah otonom. Factor ini memberikan pengaruh yang sangat
besar terhadap system pendidikan yang menjadi wilayah kekuasaannya. Pengambilan
kebijakan yang didasari oleh kepentingan politik kadang kala mengabaikan hal
pokok yang ada disekitarnyya misalnya pendidikan. Kegoisan politik sangat
mempengaruhi system pendidikan yang sedang berjalan. Misalnya mutasi, politik
balas jasa yang melimpahkan balas jasanya pada sekolah misalnya pada input PSB
serta kebijakan politik misalnya pendidikan gratis.
Implementasi
penyelenggaraan pendidikan masih kurang didukung kebijakan strategi pemerindah
daerah yang dapat mewujudkan arah dan tujuan yang diharapan Pendidikan
kejuruan.
Kebijakan
pemerintah dengan pendidikan gratis dalam membantu SMK dalam meningkatkan kualitas lulusannya belum
memberikan langkah konkrit tentang bagaimana memperhatikan SMK dalam upaya
menyiapkan tenaga kerja siap pakai. Misalnya dengan menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai, menjembatani SMK dengan industry yang ada di aderah
otonomnya untuk melakukan kerjjasama yang saling menguntungkan. Sebenarnya
dalam hemat saya, pemerintah memiliki
Penyiapan aturan atau bahkan undang-undang yang mengikat semua dunia
usaha dan industri dalam merealisasikan kerjasama ini tetapi belum dipikirkan padahal
Nasionalisme DUDI dibangun dengan dimulai dari membuat aturan dan undang-undang
dan aturan yang mengikat mereka menuju ke arah pembangunan bangsa yang kuat.Pemerintah
misalnya masih belum memfungsikan dirinya sebagai penentu kebijakan yang dapat
menjembatani kerjasama yang saling menguntungkan dengan dunia industri.
Sehingga pada saat PSG banyak peserta didik yang tidak mendapatkan industry
yang sesuai dengan bidang keahliannya karena ketidaksesuaian tuntutan
pasar kerja dengan kompetensi yang dimiliki
siswa. Salah satu penyebab terjadinya kondisi ironis ini disebabkan
ketidakpercayaan industry terhadap kompetensi anak didik. Sehingga dapat
dikatakan bahwa target pencapaian yang diiginkan masih terlalu jauh dengan
kenyataan yang ada. Oleh karena itu perencanaan “SMK bisa !!” dengan rasio perbadingan
SMK dengan SMA 33:67 yang penargetannya dimulai tahun 2009 harus
disosialisasikan dengan baik kepada
masyarakat maupun pemerintah daerah agar pemerintah pusat mendapat dukungan
penuh dari pemerintah daerah sehingga rencana ini dapat
direalisasikan dengan baik.
Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kendala yang ada dalam penyelengaraan pendidikan
kejuruan yang terjadi saat ini adalah :
·
Alokasi
dana anggaran pendidikan masih kurang
·
Kurikulum
yang pada umumnya sudah cukup bagus namun pelaksanaannya yang masih belum
sesuai dengan isinya
·
Distribusi
dan pemerataan tenaga pendidik masih kurang memadai
·
Mutu
pendidikan yang masih kurang.
·
Sarana
dan prasarana yang tersedia belum memadai untuk proses pembentukan kompetensi
siswa
·
Sumber
daya manusia penyelenggara pendidikan belum professional
·
Pihak
sekolah masih sering mengeluhkan kurangnya dana operasional pendidikan
·
Kebijakan
pemerintah daerah yang tidak fleksibel
·
Adapun
factor penghambat pembelajaran yang bermutu adalah SDM, sarana dan prasarana
serta system regulasi yang ada.
D.
KESIMPULAN
Mutu
pendidikan tergolong masih sangat
rendah, Hal itu disebabkan oleh berbagai permasalahan pendidikan yang meliputi :
·
Anggaran alokasi dana untuk pendidikan masih sangat
kurang
·
Kualitas
atau Mutu pendidikan yang masih rendah
·
Profesionalisme
maupun relevansi pendidik dan tenaga kependidikan yang masih kurang
·
Sarana
dan prasarana pendidikan yang kurang memadai
·
Kurangnya
kerjasama dengan DUDI
·
Masalah
Pemerataan pendidikan baik pemerataan
guru, pemerataan mendapatkan pendidikan maupun pemerataan sarana dan prasarana
yang belum memadai
·
Perhatian
pemerintah daerah terhadap pendidikan masih kurang.
Oleh karena itu, Agar
diperoleh lulusan terampil dan siap pakai yang sesuai dengan kebutuhan dengan
dunia industry maka perlu dilakukan pembenahan terhadap pendidikan
kejuruan kita yang menyangkut hal tersebut diatas.
E.
DAFTAR PUSTAKA
|
·
Ahmad
rizal,dkk.2009. Dari guru konvensional
menuju guru professional. 2009
·
Muh
ali, 2009. Pendidikan untuk pembangunan
nasional. PT Grasindo.2009
·
Murniaty,
Nasir. Manajemen strategic dalam
pemberdayaan SMK. Perdana Publishing.
·
Bambang.
Depdiknas.2009.Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2010 –
2014
·
BPS
Sulsel 2010
·
Kuntjojo. Artikel. Masalah Efisiensi, Efektivitas, Dan Relevansi Pendidikan Dalam Perspektif
ManajemenPendidikan.http://ebekunt.wordpress.com/2009/04/14/masalah-efisiensi-efektivitas-dan-relevansi-pendidikan-dalam-perspektif-manajemen-pendidikan/
·
Yusuf
hadi miarso. Pemetaan Pendidikan kejuruan.
Februari 2009. http://yusufhadi.net/pemetaan-pendidikan-kejuruan
·
Prof.Dr.
Yusufhadi Miarso,M.Sc.makalah Peningkatan
Kualifikasi Guru Dalam Perspektif
Teknologi Pendidikan
·
Pardjono.2011.
Makalah. Peran Industry dalam
pengembangan SMK
·
Kir
haryono. Pendidikan kejuruan dan
pilosophinya. Cakrawala pendidikan edisi khusus. 1995
·
Sitti
maisarah. 2009. Kompetensi guru.
· http://www.bbc.co.uk/indonesia/laporan_khusus/2011/01/110127_pendidikananggaran.shtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar