Opini
OLEH
: NUR KAMRI / 11B08057
PPS
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN UNM 2012
Pendidikan merupakan suatu
kebutuhan bagi manusia dalam rangka membangun pribadi yang beriman dan
bertaqwa, cerdas, mampu mengembangkan diri dengan keterampilan sehingga mampu
tetap hidup ditengah-tengah masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini merupakan usaha
yang dilakukan secara sadar dan terencana sesuai dengan pedoman pendidikan
yaitu kurikulum. Keberhasilan suatu bangsa dapat diukur dari keberhasilan dan
kualitas sumber daya manusianya. Dan sumber daya manusia yang berkualitas bisa
diperoleh melalui pendidikan. Upaya meningkatkan kuaslitas pendidikan dapat
ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas system
penilaian atau evaluasinya.
Pendidikan yang bermutu saat
ini merupakan sebagai suatu kegiatan yang sangat penting, untuk menghadapi
perubahan dan perkembangan dan segala tantangan yang pasti akan terjadi di masa
depan. Sehingga berbagai jalan harus ditempuh untuk meraih semua itu misalnya
melalui peningkatan kualitas pendidik, sarana dan prasarana, pembiayaan, media
pembelajaran, penilaian dan evaluasi.
Kualitas pendidikan dapat
dilihat dari hasil penilaian yang diperoleh, dan system penilaian yang baik
akan memotivasi guru dalam melakukan tugasnya dengan baik pula. Sehingga dalam
peningkatan kualitas pendidikan diperlukan suatu evaluasi yang berkualitas .Menurut Norman E. Gronlund (1976),“evaluation a systematic process of determining the
extent to wich instructional objectives areachieved by
pupils” (evaluasi adalah suatu proses
yang sistematik untuk menentukan atau membuat keputusan sampai
sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa). Oleh karena itu,
Evaluasi merupakan hal
yang sangat penting sebab evaluasi dapat memberikan pendekatan yang lebih
banyak lagi dalam memberikan informasi kepada pendidikan untuk membantu
perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan. Di Indonesia,
salah satu implementasi evaluasi pendidikan dilakukan melalui ujian sekolah, ujian
nasional yang dilksanakan secara serentak di seluruh Indonesia.
A.
PENGERTIAN DAN FUNGSI UJIAN NASIONAL
1. Pengertian
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 BAB I
Pasal 1 dikemukakan bahwa evaluasi pendidikan merupakan kegiatan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen
pendidikan pada setiap jalur, jenjang
dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005 pasal 63 ayat 1 mengamanatkan tiga jenis penilaian yang dilakukan
terhadap peserta didik. Yang meliputi penilaian hasil belajar yang harus dilakukan
oleh pendidik, satuan pendidik serta pemerintah. Dalam pasal 66 bentuk penilaian yang dilakukan
pemerintah tersebut dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional untuk mata pelajaran
tertentu. Biasanya meliputi mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia dan
bahasa inggris. selain itu diadakan juga ujian nasional teori kejuruan (khusus
sekolah kejuruan), serta ujian sekolah untuk semua mata pelajaran. Jadi, salah
satu implementasi evaluasi pendidikan
yang dilakukan sesuai amanat undang-undang system pendidikan nasional meliputi
ujian sekolah, ujian nasional teori kejuruan untuk SMK serta Ujian Nasional atau biasa disingkat UN.
Ujian
Nasional atau
UN adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional untuk mengukur ketercapaian standar
kompetensi tingkat pendidikan berbagai
daerah yang dilakukan oleh Pusat.
Penilaian Pendidikan secara nasional oleh pemerintah
pusat melalui Depdiknas.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan
bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan
evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga
yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan
proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan.
Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) dengan bekerjasama oleh instansi terkait di lingkungan
pemerintah pusat, daerah, dan satuan pendidikan untuk menyelenggarakan Ujian
Nasional.
Ujian Nasional (UN) merupakan
kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik yang telah menyelesaikan jenjang
pendidikan pada jalur sekolah/madrasah yang diselenggarakan secara nasional.
Jadi, berdasarkan ulasan
di atas, jelaslah bahwa yang disebut Ujian Nasional (UN) itu merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh sekolah/madrasah terhadap kegiatan siswa berupa
penilaian hasil belajar yang diikuti oleh para siswa yang telah menyelesaikan
jenjang pendidikan atau sisswa yang telah berada pada kelas akhir sebagai salah
satu syarat mengetahui mutu atau kemampuan siswa dalam menguasai ilmu
pengetahuan yang telah diajarkan dan siswa yang telah melakukan kegiatan
tersebut memiliki hak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya
jikalau hasil yang diperoleh adalah memutuskan demikian.
2.
Tujuan
Ujian Nasional
Adapun tujuan UN (Ujian
Nasional) menurut Peraturan Mentri Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2005
Pasal 4, dijadikan pertimbangan untuk: a) penentuan kelulusan peserta didik
dari suatu satuan pendidikan, b) seleksi masuk jenjang pendidikan selanjutnya,
c) pemetaan mutu satuan dan/ atau program pendidikan, d) akreditasi satuan
pendidikan, dan e) pembinaan dan pemberian bantuan pada satuan pendidikan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan.
Sejalan
dengan hal tersebut diatas, didalam situs resmi Kementerian Pendidikan Nasional
di http://www.kemdiknas.go.id
disebutkan bahwa hasil Ujian Nasional yang diselenggarakan oleh
pemerintah digunakan sebagai:
·
Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan;
·
Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
·
Penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan; dan
·
Dasar pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan demikian, Ujian
Nasional (UN) dilaksanakan sebagai pengatur untuk mencapai hasil belajar para
siswa di sekolah, disamping itu juga sebagai pengukur mutu atau kualitas
pendidikan yang selama ini diselenggarakan oleh sekolah/ madrasah masing-masing
sehingga dapat diketahui berhasil tidaknya tujuan masing-masing lembaga
tersebut serta untuk mempertanggungjawabkan pendidikan yang telah dilakukan
kepada masyarakat sebagai penerima kelulusan. Setelah diketahui mutu suatu
lembaga ataupun satuan pendidikan, maka hal ini merupakan masukan yang sangat
berarti untuk berbagai kalangan baik pemerintah, guru, pengembang kurikulum, masyarakat/
DUDI maupun dalam rangka peningkatan mutu pendidikan yang selanjutnya.
3.
Fungsi
Ujian Nasional (UN)
Sama halnya dengan tujuan dari UN, fungsi UN pun telah termaktub dalam Keputusan Mendiknas. Nomor 153, yang terdapat dalam pasal 3, yaitu berfungsi sebagai:
·
Alat
pengendali mutu pendidikan secara nasional;
Melalui UN pemerintah
dapat mengorganisir pencapaian kompetensi siswa, satuan pendidikan suatu daerah
sehingga menjadi suatu acuan dalam memperbaiki mutu pendidikan yang dianggap
masih kurang. Hal ini akan terlihat dari hasil UN yang dicapai. Bila hasil yang
diperoleh masih rendah, maka mutu pendidikan secara nasional dan dapat diperbaiki
kekurangan-kekurangannya misalnya dengan mengembangkan kurikulum, sarana maupun
peningkatan kompetensi pengajarnya.
·
Pendorong
peningkatan mutu pendidikan;
Dengan adanya UN
diharapkan tingkat kompetisi untuk berprestasi semakin meningkat di antara
sekolah/ madrasah maupun antara peserta didik, karena mengetahui tolak ukur
dari kualitas lulusan peserta didik yang lulus pada tahun tersebut, hingga
memotifasi untuk dapat menjadi lebih baik lagi.
·
Bahan
dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Bahan dalam menentukan
kelulusan peserta didik maksudnya UN diadakan tidak lain adalah untuk mengukur
kemampuan siswa serta memutuskan untuk lulus tidaknya seorang peserta didik
untuk dapat melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Jadi, pelaksanaan UN ini
berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan mutu pendidikan sehingga diketahui
mutu pendidikan yang telah dilaksanakan secara nasional dan dapat berfungsi
sebagai pendorong agar pendidikan di Indonesia dapat terus meningkat dalam hal
mutunya. Dalam pelaksanaan UN juga berfungsi sebagai penentu kelulusan dan
sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga pendidikan yang lebih tinggi melakukan
seleksi dalam penerimaan siswa/ mahasiswa baru.
B.
DASAR PELAKSANAAN UJIAN NASIONAL
1.
Undang-Undang
No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 58 ayat (2): “Evaluasi
peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga
mandiri secara berkala,menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai
pencapaian standar nasional pendidikan”.
2. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
- Pasal
63 ayat (1): Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
terdiri atas:
a. penilaian hasil belajar oleh
pendidik;
b. penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan; dan
c. penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
- Pasal
66 ayat (1): Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat
(1) butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk Ujian Nasional.
- Pasal 66 ayat (2): Ujian Nasional
dilakukan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.
- Pasal
66 ayat (3): Ujian Nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan
sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
- Pasal 68: Hasil Ujian Nasional
digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a. pemetaan mutu program dan/atau
satuan pendidikan;
b. dasar seleksi masuk jenjang
pendidikan berikutnya;
c. penentuan kelulusan peserta didik
dari program dan/atau satuan pendidikan;
d. pembinaan
dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya untuk meningkatkan
mutu pendidikan.
- Pasal 69 ayat (1):
Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan pendidikan
jalur nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan berhak
mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
- Pasal 69 ayat (2):
Setiap peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti satu
kali Ujian Nasional tanpa dipungut biaya.
- Pasal 69 ayat (3):
Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti Ujian Nasional setelah
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
3.
Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59 tahun 2011 tentang Kriteria
Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian
Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional.
C.
PENGERTIAN KURIKULUM
Adanya
kurikulum sebagai pegangan dalam menjalankan system guna mencapai tujuan
merupakan salah satu ciri khas dunia pendidikan. Pengertian kurikulum
berdasarkan uu No.20 Tahun 2003, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu”.
George
A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written
document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the
education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam
pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman
atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan
oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be
composed of all the experiences children have under the guidance of teachers.
Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “
…the curriculum has changed from content of courses study and list of subject
and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices
or direction of Zais menjelaskan bahwa kurikulum bukan hanya merupakan
rencana tertulis bagi pengajaran, melainkan sesuatu yang fungsional yang
beroperasi dalam kelas, yang memberi pedoman dan mengatur lingkungan dan kegiatan
yang berlangsung di dalam kelas.
Saylor
(1958) Kurikulum adalah keseluruhan usaha sekolah untuk mempengaruhi proses
belajar mengajar baik langsung di kelas tempat bermain, atau di luar sekolah. Tanner dan Tanner (1980) mengungkapkan
konsep – konsep : (1) Kurikulum sebagai
pengetahuan yang diorganisasikan, (2) Kurikulum sebagai modus mengajar, (3)
Kurikulum sebagai arena pengalaman. (4) Kurikulum sebagai pengalaman, (5)
Kurikulum sebagai pengalaman belajar terbimbing, (6) Kurikulum sebagai kehidupan
terbimbing, (7) Kurikulum sebagai suatu rencana pembelajaran, (8) Kurikulum
sebagai sitem produksi secara teknologis, dan (9) Kurikulum sebagai tujuan.
Berdasarkan
Pendapat para ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum
merupakan rencana penyelenggaraan sebagai pengaturan pengorganisasian materi,
sebagai cara yaitu mengisyaratkan metode pembelajaran yang efektif, dan sebagai
pedoman kegiatan pendidikan yang dijalankan
untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, dapat dianalogikan bahwa (1)
kurikulum sebagai kendaraan yang layak pakai dan dapat digunakan oleh siapa
saja sehingga tidak ada keraguan dalam menggunakannya sampai di tempat tujuan,
(2) guru adalah pengendara yang membawa peserta didik kedalam pembelajaran
yang efektif sehingga seorang guru harus memiliki kompetensi yang memadai agar
tujuan pendidikan dapat tercapai. Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi
social dan kompetensi professional. Simon dan alexander (1980) yang dikutip
oleh mulyasa (2005) “ada dua kunci penting peranan guru yang berpengaruh
terhadap prestasi siswa yaitu : jumlah waktu efektif yang digunakan oleh guru
untuk melakukan pembelajaran di kelas dan kualitas kemampuan guru”, (3) para
siswa adalah penumpangnya yang mengikuti perjalanan bersama guru yang
berinteraksi dengan guru baik di dalam maupun di luar kelas , (4) Tempat tujuan
adalah tujuan adalah target tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan yaitu sukses
di sekolah dan sukses di tempat kerja (5) lama perjalanan adalah jarak tempuh
dalam pendidikan yang memuat garis besar program pengajaran, silabus, media
maupun metode pengajaran serta evaluasi yang digunakan dalam mengukur hasil
pendidikan, (6) Hambatan merupakan segala sesuatu yang menjadi penghambat dalam
implementasi kurikulum misalnya, profesionalisme guru, sarana dan prasarana,
pembiayaan, maupun perhatian masyarakat
yamg kurang dan dukungan pemerintah yang masih rendah (7). Badan perencanaan
kurikulum sebagai bengkel yang merupakan tempat mengecek semua peralatan jika
terdapat kerusakan yang sudah tidak bisa diperbaiki maka diilakukan revisi
terhadap kurikulum. Selain itu, perlu dilakukan pembinaan kurikulum terutama
guru yang memperhatikan hubungan antar berbagai komponen kurikulum yang
meliputi tujuan, materi pelajaran, metode pembelajaran, serta evaluasi.
Gambar 1. Hubungan antar
komponen-komponen kurikulum
(R.Zais yang dikutip oleh Tedjo(2010)
Kurikulum memiliki posisi sentral dalam pendidikan karena
setiap unit pendidikan memiliki kegiatan kependidikan yang utama yaitu proses
interaksi akademik antara peserta didik, pendidik, sumber dan lingkungan. Oleh
karena itu dalam melaksanakan kegiatan yang tertuang di dalam kurikulum, harus
memperhatikan hubungan keempat hal diatas agar tercipta suatu keseimbangan
antara tujuan pendidikan, materi pelajaran, metode pembelajaran maupun
evaluasi. Desain
kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi serta proses belajar
yang akan diikuti oleh siswa dalam berbagai tahap perkembangan pendidikan.
Dapat dikatakan bahwa kegiatan pendidikan atau pengajaran pun tidak dapat
dilakukan tanpa interaksi dan kurikulum adalah jantung dari interaksi tersebut.
Kurikulum yang disusun berdasarkan standar nasional
pendidikan dan standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) bagi SMK, merupakan tolok ukur kualitas yang harus
dicapai oleh tiap satuan jenjang pendidikan. Karena kurikulum yang disusun
berdasarkan standar nasional pendidikan, sehingga harus disepadankan dengan
evaluasi yang berstandar nasional.
Setiap
lembaga, atau satuan pendidikan harus memiliki standar untuk mengukur
ketercapaian SKKD yang tertuang di dalam kurikulum. Menggunakan standar
nasional dimaksudkan agar lulusan nantinya dapat mengaplikasikan/ menggunakan
ilmu yang diperolehnya bukan hanya di daerahnya sendiri melainkan berlaku di
seluruh Indonesia.
D. UJIAN
NASIONAL SEBAGAI AMANAH KURIKULUM
Dalam proses pembelajaran,
penilaian dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai
hasil belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Yaitu penilaian berbasis
kelas, penilaian kompetensi dan sertifikasi. Oleh karena itu, guru wajib
melakukan penilaian selama dan setelah proses pembelajaran suatu kompetensi dasar
atau standar kompetensi di kelas/ sekolah sedangkan pemerintah juga memiliki
andil yang besar dalam melakukan evaluasi dalam rangka pengambilan keputusaan
terhadap siswa apakah lulus atau tidak melalui ujian nasional . Ujian Nasional (UN) diselenggarakan dengan
tujuan antara lain untuk mengukur pencapaian standar kompetensi lulusan peserta
didik secara nasional, sebagai hasil dari proses pembelajaran dan sekaligus
untuk memetakan tingkat pencapaian hasil belajar siswa pada tingkat sekolah dan
daerah.
Evaluasi merupakan amanah
kurikulum yang dirancang untuk mengungkapkan hasil dari suatu pendidikan yang
tercermin dalam perilaku peserta didik. Metode evaluasi pendidikan mencakup
semua cara yang dilakukan untuk memperoleh bukti yang valid dalam mencapai suatu
tujuan yang mencakup obserjvasi perilaku dan kinerja yang meliputi ranah
kognitif, afektif dan psikomotor.
Pemerintah telah mengambil
kebijakan untuk menerapkan UN (Ujian Nasional) sebagai salah satu bentuk
evaluasi pendidikan. Menurut keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
153/U/2003 tentang Ujian Nasional, disebutkan bahwa tujuan Ujian Nasional
adalah untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian
tes kepada siswa. Selain itu Ujian Nasional bertujuan untuk mengukur mutu pendidikan
dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pendidikan di tingkat Nasional,
provinsi, kabupaten, sampai di tingkat sekolah. Apakah kompetensi/ SKKD yang tertuang di dalam
kurikulum tercapai atau tidak.
Jika
ditelaah, sistem evaluasi pendidikan untuk tingkat dasar dan menengah yang
sekarang kita kenal dengan istilah Ujian Nasional (UN) telah mengalami beberapa
kali perubahan dan penyempuraan oleh pemerintah Indonesia. Perkembangan Ujian
Nasional tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa periode yaitu:
a) Periode 1965 – 1971
Pada periode ini, sistem ujian akhir yang diterapkan disebut
dengan Ujian Negara, berlaku untuk hampir semua mata pelajaran. Bahkan ujian
dan pelaksanaannya ditetapkan oleh pemerintah pusat dan seragam untuk seluruh
wilayah di Indonesia.
b) Periode 1972 – 1979
Pada tahun 1972 diterapkan sistem Ujian Sekolah. Dengan
penerapan ini, setiap atau sekelompok sekolah menyelenggarakan ujian akhir
masing-masing. Soal dan pemprosesan hasil ujian semuanya ditentukan oleh
masing-masing sekolah/kelompok sekolah. Pemerintah pusat hanya menyusun dan
mengeluarkan pedoman yang bersifat khusus.
c) Periode1980 – 2000
Untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan serta
diperolehnya nilai yang memiliki makna yang “sama” dan dapat dibandingkan antar-sekolah,
maka sejak tahun 1980 dilaksanakan ujian akhir nasional yang dikenal dengan
sebutan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Dalam Ebtanas
dikembangkan sejumlah perangkat soal yang “parallel” untuk setiap mata
pelajaran dan penggandaan soal dilakukan di daerah.
d) Periode 2001 – 2004
Sejak tahun 2001, Ebtanas diganti dengan penilaian hasil belajar
secara nasional dan kemudian berubah nama menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN)
sejak 2002. Perbedaan yang menonjol antara UAN dengan Ebtanas adalah dalam cara
menentukan kelulusan siswa, terutama sejak tahun 2003. Dalam Ebtanas, kelulusan
siswa ditentukan oleh kombinasi nilai semester I (P), nilai semester II (Q),
dan nilai Ebtanas murni (R), sedangkan pada UAN ditentukan oleh nilai mata
pelajaran secara individual. Sehingga UAN saat itu merupakan satu-satunya
penentu kelulusan siswa. Oleh karena itu, terdapat banyak kritikan terhadap
terhadap pelaksanaan UAN karena dianggap telah mengabaikan semua proses pembelajaran
siswa selama duduk dibangku sekolah karena penentu kelulusan hanya dikerjakan
selama kurang lebih dua jam.
e) Periode 2005 – sekarang
Untuk mendorong tercapainya target wajib belajar pendidikan yang
bermutu, pemerintah menyelenggarakan Ujian Nasional (UN) untuk SMP/MTs/SMPLB
dan SMA/SMK/MA/SMALB/SMKLB. UN yang diselenggarakan saat ini menjadi lebih baik
dari sebelumnya sebab penentuan kriteria kelulusan ditetapkan dengan
memperhatiikan nilai raport, nilai ujian kompetensi, ujian nasional kompetensi
kejuruan serta ujian nasional.
f) Periode 2008 – sekarang
Untuk
mendorong tercapai target wajib belajar pendidikan yang bermutu, mulai tahun
ajaran 2008/2009 pemerintah menyelenggarakan Ujian Akhir Sekolah Berstandar
Nasional (UASBN) untuk SD/MI/SDLB
Perkembangan ujian
nasional tersebut diatas pada dasarnya bertujuan untuk melihat sejauh mana
pencapaian tujuan pendidikan yang tertuang di dalam kurikulum yang meliputi
pengetahuan/ kognitif, afektif dan psikomotor. Penilaian pendidikan melalui ujian
nasional telah berkembang menjadi penilaian yang senantiasa memperhitungkan kognitif,
afektif dan psikomotor siswa selama menempuh pendidikan. Kisi-kisi US/M dan UN
disusun berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Permen 22
tahun 2006 tentang Standar Isi, Kisi-kisi US/M ditetapkan oleh satuan
pendidikan, Kisi-kisi UN ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP),
yang semua ini bermuara kepada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
tertuang di dalam kurikulum pendidikan.
Ujian nasional pada
dasarnya bukanlah sebagai momok yang menakutkan melainkan sebagai suatu
keharusan sebab ini merupakan amanah yang tertuang di dalam kurikulum. Bila
bertanya mengenai soal ujian nasional, jawabannya adalah semua kisi- kisi
soalnya diambil dan dirumuskan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang tertuang di dalam kurikulum. Kisi - kisi soal yang diambil tidak
akan melenceng dari muatan SKKD kurikulum sehingga arah penilaian ini menjadi
sangat jelas dan akan terlihat dengan jelas siswa ataupun sekolah telah
mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan memuaskan atau tidak. Ketercapaian
program pendidikan otomatis dapat terukur bila ditunjang dengan ujian yang
jujur. Apa yang harus ditakutkan ketika
diberikan ujian dengan kriteria/ kisi-kisi yang jelas tertuang di dalam
kurikulum dan sudah pernah dipelajari. Oleh karena itu, bagi para guru
hendaknya menanamkan pribadi “belajar sebagai kebutuhan” sejak dini sehingga
peserta didik merasa nyaman dengan pendidikan tanpa adanya beban kewajiban
ketika menghadapi ujian. Selain itu, pemerintah harus menyediakan sarana dan
prasarana pendukung dalam menunjang pengimplementasian kurikulum sehingga semua
kompetensi dasar yang tertuang dalam kurikulum dapat dilaksanakan dengan baik.
Ujian nasional saat ini
bukanlah satu-satunya penentu kelulusan siswa. Penetapan dan pemberlakuan
formula baru telah dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi harapan dan tuntutan
masyarakat, supaya UN tidak memveto kelulusan siswa, ikut mempertimbangkan
komponen proses dan hasil penilaian guru, dan mengembangkan suasana yang lebih
kondusif bagi peserta didik dalam menghadapi ujian dan bagi terwujudnya hasil
ujian nasional yang kredibel dan objektif, yang sangat diperlukan dalam rangka
pemetaan mutu, perumusan kebijakan, fasilitasi dan pemberian bantuan kepada
sekolah dan daerah, dalam rangka peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan.
Untuk itu, diberlakukan formula baru perhitungan kelulusan siswa pada UN
2012 yaitu memberikan pembobotan 40% untuk nilai sekolah/madrasah dan 60% untuk
nilai UN. Nilai sekolah/madrasah diperoleh dari gabungan antara nilai ujian
sekolah/madrasah dan nilai rata-rata rapor:
a. untuk SD/MI dan SDLB
semester 7 (tujuh) sampai dengan 11 (sebelas);
b. untuk SMP/MTs, dan
SMPLB semester 1 (satu) sampai dengan 5 (lima);
c. untuk SMA/MA dan SMALB
semester 3 (tiga) sampai dengan 5 (lima);
d. untuk SMK semester 1
(satu) sampai dengan 5 (lima);
Dengan pembobotan 60%
untuk nilai ujian sekolah dan 40% untuk nilai rata-rata rapor. Nilai gabungan
ini selanjutnya disebut nilai sekolah/madrasah (NS/M), yang ikut diperhitungkan
dalam penentuan kelulusan UN. Suatu kombinasi yang baik dengan memperhitungkan
nilai siswa selama proses pembelajaran (nilai raport), memperhitungkan nilai
siswa dalam suatu nilai pendidikan (ujian sekolah) serta nilai siswa secara
nasional melalui ujian nasional. Namun demikian menurut saya, kombinasi ini
masih perlu dikaji ulang sebab pengambilan nilai dari ujian nasional masih
lebih besar ketimbang hasil nilai raport dan ujian sekolah. Sebaiknya bobot
penilaiannya dibalik menjadi 40% nilai ujian nasional dan 60% nilai sekolah.
Meskipun ujian nasional bukanlah
satu-satunya penentu kelulusan seorang siswa untuk memperoleh ijasah, namun fenomena
terjadinya berbagai kecurangan dalam pelaksanaannya merupakan ketidakpercayaandiri
bagi sejumlah oknum sehingga muncullah interfensi dari pihak yang memiliki
kepentingan pribadi ataupun golongan. Tekanan yang muncul datang kapan saja
yang mungkin dengan berbagai konsekwensi bila index kelulusan siswa di suatu
tempat sangat rendah. Dan pihak yang paling tertekan dalam hal ini adalah guru.
Setelah hasil ujian diketahui, evaluasi program dari pemerintah tidak berjalan
lancer untuk kesuksesan pendidikan selanjutnya. Hasil diskusi yang dilaksanakan oleh Prof.
Dr. Djaali (Badan Standarisasi Nasional
Pendidikan), Dr. Daniel M.
Rosyid (Pengamat Pendidikan), dan Dr. Hartanto S, S.Si., ST., M.Pd (Akademisi
Universitas PGRI Adi Buana Surabaya) menghasilkan kesimpulan bahwa Hingga saat ini tidak nampak tindakan lanjut
dari ujian nasional yang dilakukan, misalnya ketika di daerah tertentu nilai
ujiannya jelek/hancur, tidak selalu diikuti analisis yang komprehensif, yang
kemudian dilakukan tindakan nyata seperti perbaikan proses pembelajaran,
pelatihan guru dan perbaikan sarana dan prasarana. Hal ini merupakan masukan
yang sangat penting dalam membangun perbaikan ujian nasional selanjutnya.
Oleh karena itu,
pembenahan ujian nasional perlu segera ditertibkan dengan membenahi sarana dan
prasarana pendidikan, model pembelajaran, pembiayaan, peningkatan mutu/
kompetensi guru. serta yang paling penting adalah menanamkan kesadaran kepada
berbagai pihak bahwa ujian nasional adalah amanah pendidikan nasional yang dituangkan
dalam kurikulum. Sebagai amanah kurikulum yang harus dilakukan dengan jujur
sehingga hasil yang diperoleh bukan hanya nilai yang berupa angka yang tinggi,
melainkan angka yang baik yang didukung pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang berkualitas pula.
E. KESIMPULAN
Ujian nasional merupakan
suatu amanah dari kurikulum yang harus dilakukan dalam rangka mengetahui
ketercapaian tujuan pendidikan secara nasional. Kurikulum yang
disusun berdasarkan standar nasional pendidikan dan standar kompetensi kerja
nasional Indonesia (SKKNI) bagi SMK,
merupakan tolok ukur kualitas yang harus dicapai oleh tiap satuan jenjang
pendidikan. Karena kurikulum yang disusun berdasarkan standar nasional
pendidikan, sehingga harus disepadankan dengan evaluasi yang berstandar
nasional yaitu ujian nasional. Menggunakan standar nasional dalam evaluasi
pendidikan dimaksudkan agar lulusan nantinya dapat mengaplikasikan/ menggunakan
ilmu yang diperolehnya bukan hanya di daerahnya sendiri melainkan berlaku di
seluruh Indonesia.
F. DAFTAR BACAAN
Undang-Undang
RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: aneka ilmu)
BSNP,
Kemendikbud. Tanya jawab UN. 2012.
Universitas
PGRI Adi Buana Surabaya, Seminar
Nasional Pro dan Kontra Seputar UNAS, di http://www.unipasby.ac.id,
data diakses pada 20 april 2012
Kontroversi
ujian nasional. http://istanailmu.com/archives-2011/kontroversi-ujian-nasional/html
. Diakses pada 19 april 2012
Mendiknas
Nomor 153/U/2003 tanggal 14 Oktober 2003).
Erlan
Muliyadi. 2011. Analisis Kebijakan Pelaksanaan Ujian Nasional. http://erlanmuliadi.blogspot.com/2011/05/analisis-kebijakan-pelaksanaan-ujian.html. Diakses tanggal 20 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar