Tugas Makalah
A. PENDAHULUAN
Setiap
tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja.
Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya
kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan
kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja
ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap,
dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu
usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah
semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian
atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai
potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan kerugian kepada : 1) manusia yang
bersifat langsung maupun tidak langsung terhadap pekerjaan, 2) properti
termasuk peratan kerja dan mesin-mesin, 3) lingkungan, baik lingkungan di dalam
perusahaan maupun di luar perusahaan, 4) kualitas produk barang dan jasa, 5)
nama baik perusahaan.
fakta mengenai ergonomi dan K3
internasional atau secara global:
- ILO memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk didalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di ligkungan kerja.
- Hal tersebut berarti bahwa pada akhir tahun hampir 1 juta pekerja akan mengalami kecelakaan kerja dan sekitar 5.500 pekerja meninggal akibat kecelakaan atau penyakit di lingkungan kerja.
- Dalam sudut pandang ekonomi, 4% atau senilai USD 1,25 Trilyun dari Global Gross Domestic Prodct (GDP) dialokasikan untuk biaya dari kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja, kompensasi untuk para pekerja, terhentinya produksi, dan biaya-biaya pengobatan pekerja.
- Potensi bahaya kecelakaan kerja diperkirakan menyebabkan 651.000 angka kematian, terutama di negara-negara berkembang. Bahkan angka tersebut mungkin dapat lebih besar lagi jika sistem pelaporan dan notifikasi nya lebih baik.
- Data dari sejumlah negara-negara Industri menunjukkan bahwa para pekerja konstruksi memiliki potensi meninggal akibat kecelakaan kerja 3 sampai 4 kali lebih besar.
- Penyakit paru paru yang terjangkit pada para pekerja di perusahaan minyak & gas, pertambangan, dan perusahaan perusahaan sejenis, sebagai akibat paparan asbestos, batu bara dan silica, masih menjadi perhatian di negara negara maju dan berkembang. Bahkan kematian akibat kecelakaan kerja dari paparan asbestos saja sudah mencapai angka 100.000 dan selalu bertambah setiap tahunnya.
- Data ILO menyebutkan ada 1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat kerja. "Apa yang terjadi di Asia sekarang adalah yang kami sebut pembunuhan massal sunyi," kata seorang narasumber.
B. IDENTIFIKASI BAHAYA
Langkah
pertama manajemen risiko kesehatan di tempat kerja adalah identifikasi atau
pengenalan bahaya kesehatan. Pada tahap ini dilakukan identifikasi faktor
risiko kesehatan yang dapat tergolong fisik, kimia, biologi, ergonomik, dan
psikologi yang terpajan pada pekerja. Untuk dapat menemukan faktor risiko ini
diperlukan pengamatan terhadap proses dan simpul kegiatan produksi, bahan baku
yang digunakan, bahan atau barang yang dihasilkan termasuk hasil samping proses
produksi, serta limbah yang terbentuk proses produksi. Pada kasus terkait
dengan bahan kimia, maka diperlukan: pemilikan material safety data sheets
(MSDS) untuk setiap bahan kimia yang digunakan, pengelompokan bahan kimia
menurut jenis bahan aktif yang terkandung, mengidentifikasi bahan pelarut yang
digunakan, dan bahan inert yang menyertai, termasuk efek toksiknya. Ketika
ditemukan dua atau lebih faktor risiko secara simultan, sangat mungkin
berinteraksi dan menjadi lebih berbahaya atau mungkin juga menjadi kurang
berbahaya. Sebagai contoh, lingkungan kerja yang bising dan secara bersamaan
terdapat pajanan toluen, maka ketulian akibat bising akan lebih mudah terjadi.
Penilaian Pajanan
Proses
penilaian pajanan merupakan bentuk evaluasi kualitatif dan kuantitatif terhadap
pola pajanan kelompok pekerja yang bekerja di tempat dan pekerjaan tertentu
dengan jenis pajanan risiko kesehatan yang sama. Kelompok itu dikenal juga
dengan similar exposure group (kelompok pekerja dengan pajanan yang sama).
Penilaian pajanan harus memenuhi tingkat akurasi yang adekuat dengan tidak
hanya mengukur konsentrasi atau intensitas pajanan, tetapi juga faktor lain. Pengukuran
dan pemantauan konsentrasi dan intensitas secara kuantitatif saja tidak cukup,
karena pengaruhnya terhadap kesehatan dipengaruhi oleh faktor lain itu. Faktor
tersebut perlu dipertimbangkan untuk menilai potensial faktor risiko
(bahaya/hazards) yang dapat menjadi nyata dalam situasi tertentu.
Risiko
adalah probabilitas suatu bahaya menjadi nyata, yang ditentukan oleh frekuensi
dan durasi pajanan, aktivitas kerja, serta upaya yang telah dilakukan untuk
pencegahan dan pengendalian tingkat pajanan. Termasuk yang perlu diperhatikan
juga adalah perilaku bekerja, higiene perorangan, serta kebiasaan selama
bekerja yang dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan.
· Karakterisasi Risiko
Tujuan
langkah karakterisasi risiko adalah mengevaluasi besaran (magnitude) risiko
kesehatan pada pekerja. Dalam hal ini adalah perpaduan keparahan gangguan
kesehatan yang mungkin timbul termasuk daya toksisitas bila ada efek toksik,
dengan kemungkinan gangguan kesehatan atau efek toksik dapat terjadi sebagai
konsekuensi pajanan bahaya potensial. Karakterisasi risiko dimulai dengan
mengintegrasikan informasi tentang bahaya yang teridentifikasi (efek
gangguan/toksisitas spesifik) dengan perkiraan atau pengukuran
intensitas/konsentrasi pajanan bahaya dan status kesehatan pekerja.
· Penilaian Risiko
Rincian
langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
1. Menentukan personil penilai
Penilai
risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain
diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan maupun
kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada tempat kerja
yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri dari
beberapa orang.
2.
Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek
atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian / departemen,
jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek ini sangat
membantu dalam sistematika kerja penilai.
3.
Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan
ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection” yang
bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan ini
prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di tempat
kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja, kondisi
lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan hal
lain yang terkait.
4.
Identifikasi potensi bahaya
Berbagai
cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja,
misalnya melalui : inspeksi / survei tempat kerja rutin, informasi mengenai
data keelakaan kerja dan penyakit, absensi, laporan dari (panitia pengawas
Kesehatan dan Keselamatan Kerja) P2K3, supervisor atau keluhan pekerja, lembar
data keselamatan bahan (material safety data sheet) dan lain sebagainya. Selanjutnya
diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut untuk
memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada kemungkinan potensi
bahaya tersebut menjadi suatu risiko.
5. Mencari
informasi / data potensi bahaya
Upaya
ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS, petunjuk
teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6.
Analisis Risiko
Dalam
kegiatan ini, semua jenis resiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat keparahan,
frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk mengatasi
risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin.
Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan
senantiasa akan diperoleh.
7.
Evaluasi risiko
Memprediksi
tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah yang sangat
menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan kuantifikasi
risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat dari para
ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8.
Menentukan langkah pengendalian
Apabila
dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan
kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah
pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti : Apabila dari hasil
evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi kelangsungan kerja maupun
kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan langkah pengendalian yang
dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi, engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman berkaitan dengan risiko, c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan pertama sesuai dengan kebutuhan.
9.
Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun sesuai dengan kondisi yang ada.
10.
Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian
ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila terdapat
perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan informasi
terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko tersebut.
C. FAKTOR/ POTENSI BAHAYA DI TEMPAT
KERJA
Untuk
menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat
kerja, Pengenalan potensi bahaya di
tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga
kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam
rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum,
potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai
faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang
berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan
itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal
dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi
termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor
manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila manusia
yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang
prima baik fisik maupun psikis.
Potensi
bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan antara lain sebagai berikut :
1.
Potensi
bahaya fisik,
yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan
terhadap tenaga kerja yang terpapar, misalnya: terpapar kebisingan intensitas
tinggi, suhu ekstrim (panas & dingin), intensitas penerangan kurang
memadai, getaran, radiasi.
a)
Radiasi
Radiasi
adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas,
partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada
beberapa sumber radiasi yang kita kenal di sekitar kehidupan kita, contohnya
adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan (microwave oven),
komputer, dan lain-lain.
Selain benda-benda tersebut ada
sumber-sumber radiasi yang bersifat unsur alamiah dan berada di udara, di dalam
air atau berada di dalam lapisan bumi. Beberapa di antaranya adalah Uranium dan
Thorium di dalam lapisan bumi; Karbon dan Radon di udara serta Tritium dan
Deuterium yang ada di dalam air.
Secara
garis besar radiasi digolongkan ke dalam radiasi pengion dan radiasi
non-pengion.
Radiasi Pengion
Radiasi Pengion
Radiasi
pengion adalah jenis radiasi yang dapat menyebabkan proses ionisasi
(terbentuknya ion positif dan ion negatif) apabila berinteraksi dengan materi.
Yang termasuk dalam jenis radiasi pengion adalah partikel alpha, partikel beta,
sinar gamma, sinar-X dan neutron. Setiap jenis radiasi memiliki karakteristik
khusus. Yang termasuk radiasi pengion adalah partikel alfa (α), partikel beta
(β), sinar gamma (γ), sinar-X, partikel neutron.
Radiasi Non Pengion
Radiasi
non-pengion adalah jenis radiasi yang tidak akan menyebabkan efek ionisasi
apabila berinteraksi dengan materi. Radiasi non-pengion tersebut berada di
sekeliling kehidupan kita. Yang termasuk dalam jenis radiasi non-pengion antara
lain adalah gelombang radio (yang membawa informasi dan hiburan melalui radio
dan televisi); gelombang mikro (yang digunakan dalam microwave oven dan
transmisi seluler handphone); sinar inframerah (yang memberikan energi dalam
bentuk panas); cahaya tampak (yang bisa kita lihat); sinar ultraviolet (yang
dipancarkan matahari).
Ada dua
macam sifat radiasi yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan sumber
radiasi pada suatu tempat atau bahan, yaitu sebagai berikut :
·
Radiasi
tidak dapat dideteksi oleh indra manusia, sehingga untuk mengenalinya
diperlukan suatu alat bantu pendeteksi yang disebut dengan detektor radiasi.
Ada beberapa jenis detektor yang secara spesifik mempunyai kemampuan untuk
melacak keberadaan jenis radiasi tertentu yaitu detektor alpha, detektor gamma,
detektor neutron, dll.
·
Radiasi
dapat berinteraksi dengan materi yang dilaluinya melalui proses ionisasi,
eksitasi dan lain-lain. Dengan menggunakan sifat-sifat tersebut kemudian
digunakan sebagai dasar untuk membuat detektor radiasi.
Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetic dan sel
somatic. Sel genetic adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada
laki-laki, sedangkan sel somatic adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan atas efek genetik dan
efek somatik. Efek genetik atau efek pewarisan adalah efek yang dirasakan oleh
keturunan dari individu yang terkena paparan radiasi. Sebaliknya efek somatik
adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik
sangat bervariasi sehingga dapat dibedakan atas efek segera dan efek tertunda.
Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat teramati pada
individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut terpapar radiasi,
seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema (memerahnya kulit), luka bakar dan
penurunan jumlah sel darah. Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai
mingguan pasca iradiasi. Sedangkan efek tertunda merupakan efek radiasi yang
baru timbul setelah waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi,
seperti katarak dan kanker.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi), efek radiasi dibedakan atas efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek yang disebabkan karena kematian sel akibat paparan radiasi, sedangkan efek stokastik adalah efek yang terjadi sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada sel.
Efek Deterministi (efek non stokastik) Efek ini terjadi
karena adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah fungsi
jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat dari
paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek deterministik timbul bila
dosis yang diterima di atas dosis ambang (threshold dose) dan umumnya timbul
beberapa saat setelah terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik
akan meningkat bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang
bervariasi bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati
dosis ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian adalah
nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini menjadi 100%.
Efek Stokastik Dosis radiasi serendah apapun selalu terdapat
kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik pada tingkat
molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula tidak membunuh sel
tetapi mengubah sel Sel yang mengalami modifikasi atau sel yang berubah ini
mempunyai peluang untuk lolos dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk
menghilangkan sel seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi
sel ini disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi
tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang lama.
Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya efek stokastik,
sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh jumlah dosis yang
diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah sel genetik, maka
sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan kepada turunannya sehingga
timbul efek genetik atau pewarisan. Apabila sel ini adalah sel somatik maka
sel-sel tersebut dalam jangka waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh
dari bahan-bahan yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang
menjadi jaringan ganas atau kanker. Paparan radiasi dosis rendah dapat
menigkatkan resiko kanker dan efek pewarisan yang secara statistik dapat dideteksi
pada suatu populasi, namun tidak secara serta merta terkait dengan paparan
individu.
·
Radiasi
infra merah dapat menyebabkan katarak.
·
Laser
berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.
·
Medan
elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.
·
Contoh
: Radiasi ultraviolet : pengelasan, Radiasi
Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran, Laser : komunikasi, pembedahan .
Prinsip dasar yang harus dipatuhi
dalam penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan
Dalam
penggunaan radiasi untuk berbagai keperluan ada ketentuan yang harus dipatuhi
untuk mencegah penerimaan dosis yang tidak seharusnya terhadap seseorang. Ada 3
prinsip yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological
Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :
1.
Justifikasi, Setiap pemakaian zat radioaktif atau sumber lainnya harus
didasarkan pada azaz manfaat. Suatu kegiatan yang mencakup paparan atau potensi
paparan hanya disetujui jika kegiatan itu akan menghasilkan keuntungan yang
lebih besar bagi individu atau masyarakat dibandingkan dengan kerugian atau
bahaya yang timbul terhadap kesehatan.
2.
Limitasi, Dosis ekivalen yang diterima pekerja radiasi atau
masyarakat tidak boleh melalmpaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah
ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah
munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya
efek stokastik.
3.
Optimasi, Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (as
low as reasonably achieveable - ALARA), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi
dan sosial. Kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir harus direncanakan dan sumber
radiasi harus dirancang dan dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi
yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.
b)
Kebisingan
Bising adalah campuran dari berbagai suara yang tidak
dikehendaki ataupun yang merusak kesehatan, saat ini kebisingan merupakan salah
satu penyebab penyakit lingkungan (Slamet, 2006). Sedangkan kebisingan sering
digunakan sebagai istilah untuk menyatakan
suara yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh kegiatan manusia atau
aktifitas- aktifitas alam (Schilling, 1981). Kebisingan dapat diartikan sebagai
segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif
terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi.
Aspek
yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi
frekuensi, dan lama pajanan.
·
Kebisingan
dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja.
·
Pajanan
kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
·
Tuli
permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim .
·
Contoh
: Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
Kualitas bunyi
ditentukan oleh 2 hal yakni frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi dinyatakan
dalam jumlah getaran per detik yang disebut hertz (Hz), yaitu jumlah
gelombang-gelombang yang sampai di telinga setiap detiknya. Biasanya suatu
kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang dari berbagai macam
frekuensi. Sedangkan intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya
dinyatakan dalam suatu logaritmis yang disebut desibel ( DB ).
Berdasarkan frekuensi,
tingkat tekanan bunyi, tingkat bunyi dan tenaga bunyi maka bising dibagi dalam
3 kategori:
1) Occupational
noise (bising yang berhubungan dengan
pekerjaan) yaitu bising yang disebabkan oleh bunyi mesin di tempat kerja, misal
bising dari mesin ketik.
2) Audible
noise (bising pendengaran) yaitu bising yang disebabkan oleh frekuensi bunyi
antara 31,5 . 8.000 Hz.
3) Impuls
noise (Impact noise = bising impulsif) yaitu bising yang terjadi akibat adanya
bunyi yang menyentak, misal pukulan palu, ledakan meriam, tembakan bedil.
Selanjutnya
dengan ukuran intensitas bunyi atau desibel ini dapat ditentukan apakah bunyi
itu bising atau tidak. Dari ukuran-ukuran ini dapat diklasifikasikan seberapa
jauh bunyi-bunyi di sekitar kita dapat diterima / dikehendaki atau tidak
dikehendaki / bising.
Jenis
Bunyi
|
Skala
Intensitas Desibel Batas Dengar Tertinggi
|
Halilintar
Meriam
Mesin uap
Jalan yang ramai
Pluit
Kantor gaduh Radio Rumah gaduh Kantor pada umumnya Rumah tenang Kantor perorangan Sangat tenang , Suara daun jatuh, Tetesan air |
120 DB
110 DB
100 DB
90 DB
80 DB
70 DB
60 Db
50 DB
40 DB
30 DB
20 DB
10
DB
|
Tabel Skala Intensitas Kebisingan
Menurut SK
Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor
70-1/PD.03.04.Lp, (Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan
dengan Kesehatan Tahun 1992), tingkat kebisingan diuraikan sebagai berikut:
1) Tingkat
kebisingan sinambung setara (Equivalent Continuous Noise Level =Leq) adalah
tingkat kebisingan terus menerus (=steady noise) dalam ukuran dBA, berisi
energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode
atau interval waktu pengukuran.
2) Tingkat
kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata
nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.
3) Tingkat
ambien kebisingan (=Background noise level) atau tingkat latar belakang
kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan
saat pengukuran dilakukan, jika diambil nilainya dari distribusi statistik
adalah 95% atau L-95.
Kebisingan
mempengaruhi kesehatan antara lain dapat menyebabkan kerusakan pada indera
pendengaran sampai kepada ketulian. Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa
intensitas bunyi yang dikategorikan bising dan yang mempengaruhi kesehatan
(pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu para karyawan yang bekerja di
pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB maka harus dilengkapi dengan
alat pelindung (penyumbat) telinga guna mencegah gangguan pendengaran. Disamping
itu kebisingan juga dapat mengganggu komunikasi. Dengan suasana yang bising memaksa
pekerja berteriak didalam berkomunikasi dengan pekerja lain. Kadang-kadang
teriakan atau pembicaraan yang keras ini dapat menimbulkan salah komunikasi
(miss communication) atau salah persepsi terhadap orang lain.
Oleh
karena sudah biasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat
lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah keluarga
juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di kalangan
keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah. Lebih jauh kebisingan yang
terus-menerus dapat mengakibatkan gangguan konsentrasi pekerja yang akibatnya
pekerja cenderung berbuat kesalahan dan akhirnya menurunkan produktivitas
kerja.
Kebisingan
terutama yang berasal dari alat-alat bantu kerja atau mesin dapat dikendalikan
antara lain dengan menempatkan peredam pada sumber getaran atau memodifikasi
mesin untuk mengurangi bising. Penggunaan proteksi dengan sumbatan telinga
dapat mengurangi kebisingan sekitar 20-25 dB.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
Tetapi penggunaan penutup telinga ini pada umumnya tidak disenangi oleh pekerja karena terasa risih adanya benda asing di telinganya. Untuk itu penyuluhan terhadap mereka agar menyadari pentingnya tutup telinga bagi kesehatannya dan akhirnya mau memakainya.
c)
Penerangan / Pencahayaan ( Illuminasi )
Penerangan yang kurang di lingkungan
kerja bukan saja akan menambah beban kerja karena mengganggu pelaksanaan
pekerjaan tetapi juga menimbulkan kesan kotor. Oleh karena itu penerangan dalam
lingkungan kerja harus cukup untuk menimbulkan kesan yang higienis. Disamping
itu cahaya yang cukup akan memungkinkan pekerja dapat melihat objek yang
dikerjakan dengan jelas dan menghindarkan dari kesalahan kerja.
Berkaitan dengan pencahayaan dalam
hubungannya dengan penglihatan orang didalam suatu lingkungan kerja maka faktor
besar-kecilnya objek atau umur pekerja juga mempengaruhi. Pekerja di suatu
pabrik arloji misalnya objek yang dikerjakan sangat kecil maka intensitas
penerangan relatif harus lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas penerangan
di pabrik mobil. Demikian juga umur pekerja dimana makin tua umur seseorang,
daya penglihatannya semakin berkurang. Orang yang sudah tua dalam menangkap
objek yang dikerjakan memerlukan penerangan yang lebih tinggi daripada orang
yang lebih muda.
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
Akibat dari kurangnya penerangan di lingkungan kerja akan menyebabkan kelelahan fisik dan mental bagi para karyawan atau pekerjanya. Gejala kelelahan fisik dan mental ini antara lain sakit kepala (pusing-pusing), menurunnya kemampuan intelektual, menurunnya konsentrasi dan kecepatan berpikir. Disamping itu kurangnya penerangan memaksa pekerja untuk mendekatkan matanya ke objek guna mmeperbesar ukuran benda. Hal ini akomodasi mata lebih dipaksa dan mungkin akan terjadi penglihatan rangkap atau kabur.
Untuk mengurangi kelelahan akibat dari penerangan yang tidak cukup dikaitkan dengan objek dan umur pekerja ini dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
· Perbaikan kontras dimana warna objek
yang dikerjakan kontras dengan latar
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
belakang objek tersebut. Misalnya cat tembok di sekeliling tempat kerja harus
berwarna kontras dengan warna objek yang dikerjakan.
· Meningkatkan penerangan, sebaiknya 2
kali dari penerangan diluar tempat kerja.Disamping itu di bagian-bagian tempat
kerja perlu ditambah dengan dengan lampu-lampu tersendiri.
· Pengaturan tenaga kerja dalam shift
sesuai dengan umur masing-masing tenaga kerja. Misalnya tenaga kerja yang sudah
berumur diatas 50 tahun tidak diberikan tugas di malam hari.
· Disamping akibat-akibat pencahayaan
yang kurang seperti diuraikan diatas, penerangan / pencahayaan baik kurang
maupun cukup kadang-kadang juga menimbulkan masalah apabila pengaturannya
kurang baik yakni silau. Silau juga menjadi beban tambahan bagi pekerja maka
harus dilakukan pengaturan atau dicegah.Pencegahan silau dapat dilakukan antara
lain :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
a. Pemilihan jenis lampu yang tepat misalnya neon. Lampu neon kurang
menyebabkan silau dibandingkan lampu biasa. b. Menempatkan sumber-sumber cahaya / penerangan sedemikian rupa sehingga
tidak langsung mengenai bidang yang mengkilap.
c. Tidak menempatkan benda-benda yang berbidang mengkilap di muka jendela yang langsung memasukkan sinar matahari.
d. Penggunaan alat-alat pelapis bidang yang tidak mengkilap.
e. Mengusahakan agar tempat-tempat kerja tidak terhalang oleh bayangan suatu benda. Dalam ruangan kerja sebaiknya tidak terjadi bayangan-bayangan.
Penerangan yang silau buruk (kurang maupun silau) di lingkungan kerja akan menyebabkan hal-hal sebagai berikut :
·
Kelelahan
mata yang akan berakibat berkurangnya daya dan efisiensi kerja.
·
Kelemahan
mental
·
Kerusakan
alat penglihatan (mata).
·
Keluhan
pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata.
·
Sehubungan
dengan hal-hal tersebut diatas maka dalam mendirikan bangunan tempat kerja
(pabrik, kantor, sekolahan, dan sebagainya) sebaiknya mempertimbangkan
ketentuan-ketentuan antara lain sebagai berikut :
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Jarak antara gedung dan abngunan-bangunan lain tidak mengganggu masuknya cahaya matahari ke tempat kerja, Jendela-jendela dan lubang angin untuk masuknya cahaya matahari harus cukup,
seluruhnya sekurang-kurangnya 1/6 daripada luas bangunan, Apabila cahaya matahari tidak mencukupi ruangan tempat kerja, harus diganti
dengan penerangan lampu yang cukup, Penerangan tempat kerja tidak menimbulkan suhu ruangan panas (tidak
melebihi 32 derajat celsius), Sumber penerangan tidak boleh menimbulkan silau dan bayang-bayang yang mengganggu kerja, Sumber cahaya harus menghasilkan daya penerangan yang tetap dan menyebar
serta tidak berkedip-kedip .Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan. Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
d)
Getaran
·
Getaran
mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi,
amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau
intermitten.
·
Metode
kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang
berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan “powered tool” berasosiasi dengan
gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai ” Raynaud’s phenomenon ”
atau ” vibration-induced white fingers”(VWF).
·
Peralatan
yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan
sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang
belakang.
·
Contoh
: Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.
Efek
getaran terhadap tubuh tergantung besar kecilnya frekuensi yang mengenai tubuh:
· 3
. 9 Hz : Akan timbul resonansi pada dada
dan perut.
· 6
. 10 Hz : Dengan intensitas 0,6 gram,
tekanan darah, denyut jantung, pemakaian O2 dan volume perdenyut sedikit berubah. Pada
intensitas 1,2 gram terlihat banyak perubahan sistem peredaran darah.
· 10
Hz : Leher, kepala, pinggul, kesatuan
otot dan tulang akan beresonansi.
· 13
. 15 Hz : Tenggorokan akan mengalami
resonansi.
· <
20 Hz : Tonus otot akan meningkat,
akibat kontraksi statis ini otot menjadi lemah, rasa tidak enak dan kurang ada
perhatian.
- Potensi bahaya kimia, yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenga kerja melalui : inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi kimia terhadap tubuh tenaga kerja sangat tergantung dari jenis bahan kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap. asap; daya acun bahan (toksisitas); cara masuk ke dalam tubuh. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh dapat melalui:
- Pernapasan ( inhalation ),
- Kulit (skin absorption )
- Tertelan ( ingestion )
- Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya.
Adapun potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan kimia
adalah
a)
Korosi
·
Bahan
kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana
terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang
paling umum terkena.
·
Contoh
: konsentrat asam dan basa , fosfor.
b)
Iritasi
·
Iritasi
menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa
menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat
pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (
bengkak )
·
Contoh
:
- Kulit : asam, basa,pelarut, minyak .
- Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone.
c)
Reaksi
Alergi
·
Bahan
kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau
organ pernapasan
·
Contoh
:
- Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine.
- Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.
d)
Asfiksiasi
·
Asfiksian
yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya
pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara
normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara.
·
Asfiksian
kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah
oksigenasi normal pada kulit.
·
Contoh
:
- Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium
- Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide
e)
Kanker
·
Karsinogen
pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia.
·
Kemungkinan
karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti
menyebabkan kanker pada hewan .
·
Contoh
:
o Terbukti karsinogen pada manusia :
benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma) ; 2-naphthylamine,
benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma);
o Kemungkinan karsinogen pada manusia
: formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium
f)
Efek
Reproduksi
·
Bahan-bahan
beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia.
·
Perkembangan
bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada
keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh :aborsi spontan.
·
Contoh
:
- Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.
g)
Racun
Sistemik
·
Racun
sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh.
·
Contoh
:
- Otak : pelarut, lead, mercury, manganese
- Sistem syaraf peripheral : n-hexane, lead, arsenic, carbon disulphide
- Sistem pembentukan darah : benzene, ethylene glycol ethers
- Ginjal : cadmium, lead, mercury, chlorinated hydrocarbons
- Paru-paru : silica, asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )
- Potensi bahaya biologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kuman-kuman penyakit yang terdapat di udara yang berasal dari atau bersumber pada tenaga kerja yang menderita penyakit-penyakit tertentu, misalnya : TBC, Hepatitis A/B, Aids,dll maupun yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi. Dimana pun Anda bekerja dan apa pun bidang pekerjaan Anda, faktor biologi merupakan salah satu bahaya yang kemungkinan ditemukan ditempat kerja. Maksudnya faktor biologi eksternal yang mengancam kesehatan diri kita saat bekerja. Namun demikian seringkali luput dari perhatian, sehingga bahaya dari faktor ini tidak dikenal, dikontrol, diantisipasi dan cenderung diabaikan sampai suatu ketika menjadi keadaan yang sulit diperbaiki. Faktor biologi ditempat kerja umumnya dalam bentuk mikro organisma sebagai berikut :
a) Bakteri
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
Bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu bulat (kokus), lengkung dan batang (basil). Banyak bakteri penyebab penyakit timbul akibat kesehatan dan sanitasi yang buruk, makanan yang tidak dimasak dan dipersiapkan dengan baik dan kontak dengan hewan atau orang yang terinfeksi. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh bakteri : anthrax, tbc, lepra, tetanus, thypoid, cholera, dan sebagainya.
b) Virus
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil antara 16 - 300 nano meter. Virus tidak mampu bereplikasi, untuk itu virus harus menginfeksi sel inangnya yang khas. Contoh penyakit yang diakibatkan oleh virus : influenza, varicella, hepatitis, HIV, dan sebagainya.
c) Jamur
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
Jamur dapat berupa sel tunggal atau koloni, tetapi berbentuk lebih komplek karena berupa multi sel. Mengambil makanan dan nutrisi dari jaringan yang mati dan hidup dari organisme atau hewan lain.
d) Mikroorganisme penyebab penyakit di
tempat kerja
Beberapa
literatur telah menguraikan infeksi akibat organisme yang mungkin ditemukan di
tempat kerja, diantaranya :
Daerah pertanian
Llingkungan
pertanian yang cenderung berupa tanah membuat pekerja dapat terinfeksi oleh
mikroorganisme seperti : Tetanus, Leptospirosis, cacing, Asma bronkhiale atau
keracunan Mycotoxins yang merupakan hasil metabolisme jamur.
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di lingkungan berdebu (Pertambangan atau pabrik)
Di
tempat kerja seperti ini, mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri
penyebab penyakit saluran napas, seperti : Tbc, Bronchitis dan Infeksi saluran
pernapasan lainnya seperti Pneumonia.
Daerah peternakan terutama yang mengolah kulit hewan serta
produk-produk dari hewan
Penyakit-penyakit
yang mungkin ditemukan di peternakan seperti ini misalnya : Anthrax yang
penularannya melalui bakteri yang tertelan atau terhirup, Brucellosis, Infeksi
Salmonella.
Di Laboratorium
Para
pekerja di laboratorium mempunyai risiko yang besar terinfeksi, terutama untuk
laboratorium yang menangani organisme atau bahan-bahan yang megandung organisme
pathogen
Di Perkantoran : terutama yang
menggunakan pendingin tanpa ventilasi alami
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Para pekerja di perkantoran seperti itu dapat berisiko mengidap penyakit seperti : Humidifier fever yaitu suatu penyakit pada saluran pernapasan dan alergi yang disebabkan organisme yang hidup pada air yang terdapat pada system pendingin, Legionnaire disease penyakit yang juga berhubungan dengan sistem pendingin dan akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut.
Cara penularan kedalam tubuh manusia
Banyak
dari mikroorganisme ini dapat menyebabkan penyakit hanya setelah masuk kedalam
tubuh manusia dan cara masuknya kedalam tubuh, yaitu :
1. Melalui saluran pernapasan
2. Melalui mulut (makanan dan minuman)
3. Melalui kulit apabila terluka
Mengontrol
bahaya dari faktor biologi
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari dengan pencegahan antara lain dengan :
1. Penggunaan masker yang baik untuk
pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang mengandung organism patogen
2.
Mengkarantina
hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3.
Imunisasi
bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4.
Membersihkan
semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak datu kali setiap bulan
5.
Membuat
sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya mikroorganisme yang patogen
pada system pendingin.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana
mengotrol dan mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat
dihindari.
- Potensi bahaya fisiologis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta peralatan kerja, termasuk : sikap dan cara kerja yang tidak sesuai, pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia dan mesin.
Pembebanan Kerja Fisik
·
Beban
kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial
ekonomi dan derajat kesehatan.
·
Pembebanan
tidak melebihi 30 – 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka
waktu 8 jam sehari.
·
Berdasarkan
hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila
mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum
tersebut harus disesuaikan.
·
Oleh
karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang
digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40
permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.
- Potensi bahaya Psiko-sosial, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh kondisi aspek-aspek psikologis keenagakerjaan yang kurang baik atau kurang mendapatkan perhatian seperti : penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat, minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, sistem seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat kurangnya latihan kerja yang diperoleh, serta hubungan antara individu yang tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja. Kesemuanya tersebut akan menyebabkan terjadinya stress akibat kerja.
Stress
·
Stress
adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap
tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini
dinamakan stress.
·
Gangguan
emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian,
penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.
·
Penyakit-penyakit
psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan
pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit
seperti eksim,dll.
- Potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang berasal atau ditimbulkan oleh bebarapa kegiatan yang dilakukan dalam proses produksi, yang sangat bergantung dari: bahan dan peralatan yang dipakai, kegiatan serta jenis kegiatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Bung ‘okles. 2008. Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja
http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/.
Diakses 08 November 2011
………Posted:
Mei 23, 2008 in IDENTIFIKASI BAHAYA. http://okleqs.wordpress.com/category/identifikasi-bahaya/
Diakses 08 November 2011
Rusli Mustar.2008. Pengaruh
Kebisingan Dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah
Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran
Rel Kereta Api Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun
2008.Managemen Kesehatan Lingkungan Industri.USU. Sumatera Utara.
Aria Gusti. 7 Januari 2011 Manajemen Risiko dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http://ariagusti.wordpress.com/2011/01/07/manajemen-risiko-dalam-keselamatan-dan-kesehatan-kerja/ Diakses 17 Desember 2011
http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/2016489-radiasi-pengertian-jenis-jenis-dan/#ixzz1fpWSbEW8
Tugas
individu
Mata
Kuliah : Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3)
IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA
DI TEMPAT KERJA
OLEH
NUR KAMRI
NIM : 11B08057
PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI
MAKASSAR
2011
KATA PENGANTAR
Bissmilahirrahmanirrahim..
Alhamdulillah puji
syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga makalah
Identifikasi factor bahaya di tempat kerja dapat diselesaikan sesuai dengan
rencana.
Identifikasi factor
bahaya di tempat kerja merupakan suatu kegiatan dalam rangka mengenali factor
bahaya seperti bahaya fisik, kima, fisika, fisiologis, psikologis maupun bahaya
biologis. Dengan mengetahu factor bahaya tersebut, maka memungkinkan dilakukan
pencegahan agar tidak terjadi hal yang buruk pada pekerja.
Kami menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat kekurangan, oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
A.
PENDAHULUAN 1
B.
IDENTIFIKASI BAHAYA 2
C.
FAKTOR BAHAYA DI TEMPAT KERJA
1.
Potensi Bahaya Fisik 6
2.
Potensi Bahaya Kimia 18
3.
Potensi Bahaya Biologis 20
4.
Potensi Bahaya Fisiologis 23
5.
Potensi Bahaya Psikososial 24
6.
Potensi bahaya Proses Produksi 24
DAFTAR PUSTAKA 25
Identifikasi kecelakaan kerja harus dilengkapi dengan cara menanganinya pula. Mengikuti pelatihan k3 bisa menjadi solusi untuk mengidentifikasi cara-cara pencegahan kecelakaan kerja.
BalasHapusbisa minta referensi setiap paragraf tidak?
BalasHapusmakasih
Jangan lupa dengan ini : Eliminasi, Substitusi, Rekayasa Engineering, Administratif dan PPE. Sangat kuat dan mendasar sekali. Salam K3!
BalasHapusArtikel yang sangat bermanfaat
BalasHapusthanks..sangat membantu
BalasHapus